Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Hidup yang Tak Semarak

Dari kecil saya hidup di rumah yang ramai bersama tiga saudara kandung, mama, dan beberapa asisten rumah tangga yang sudah dianggap keluarga sendiri. Ketika masih tinggal di Jogja, rumah kami berdekatan dengan simbah, pakdhe, dan budhe , sehingga sepi dan sendiri bukan hal yang biasa buat saya. Hal lain yang cukup dominan dalam keluarga saya adalah karakter super ekspresif. Bila sedang seru bercerita, mama saya bisa mencubit gemas lawan bicaranya. Begitu pun kalau ada anak bayi yang makannya banyak, pasti dengan ekspresif dibilang, “wah pintar” dengan mata berbinar dan nada agak meninggi. Ini bukan tulisan parenting , tentang bagaimana mengatasi anak susah makan atau pro dan kontra dalam memuji anak . Tradisi itulah yang membuat saya bisa dibilang orang yang sangat bersemangat dan selalu menunggu momen-momen bahagia dengan segala semaraknya. Barulah ketika mengenal Riski, saya paham bahwa hidup tak semarak itu bisa jadi menyenangkan. Suami saya ini cukup introvert sekalipun ia ju

Untuk Agis

Agis, apa kabarmu, Nak? Sudah hampir tiga bulan ibu enggak kelonin Agis, enggak nemenin Agis main lego, enggak bikinin Agis sarapan. Ibu harap Agis sehat. Ibu harap Agis bahagia disana. Nak, sepertinya ibumu lebih lemah darimu. Setiap ibu telpon Agis, ibu tak tahan untuk tidak menangis. Sebaliknya, Agis terus ceria dan menghibur ibu. Berkali-kali ibu berpikir, apakah ini jalan yang benar-benar ibu inginkan. Dan, apakah ibu akan kuat menjalani ini sampai akhir. Dan bila sebaliknya, Agis disini menemani ibu kuliah tanpa ditemani ayah, apakah kita bisa? Wallahu alam. Setiap hari ibu lihat foto Agis, video Agis, berjam-jam. Ibu ingat setiap malam kita menyanyi bersama. Bahkan saat ini setiap ibu telepon Agis selalu minta dinyanyikan lagu Snow Man. Ibu senang setiap diminta begitu karena tandanya Agis rindu Ibu. Rindu, namun usiamu terlalu muda untuk gundah dan menangisi apa yang tersembunyi di dalam hati. And I know, you always smarter than I have ever been . S

Rekomendasi yang Terabaikan*

Dalam film The Book Thief , diceritakan bahwa suatu pagi, Liesel, tokoh utama yang berusia tak lebih dari 9 tahun, melihat reklame di jalan dan bertanya kepada ayahnya, “ What’s an accountant ? ” . Dengan singkat sang ayah menjawab , “ Something we will never need ”. Pernyataan itu sangat kontradiktif dengan jalan cerita pada film The Shaws h ank Redemption yang mengisahkan si pemeran utama, Andy Dufesne (diperankan oleh Tim Robbins), yang mampu menarik simpati petugas penjara dan akhirnya terbebas dan  hidup sangat sejahtera setelah itu , karena kelihaiannya membuat dan menganalisis rencana keuangan. Kutub yang berlawanan pada dua cerita tersebut ada hubungannya dengan operasi tangkap tangan (OTT) pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa pekan lalu. Setiap tahun BPK diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP) yang diajukan oleh BPK dan Menteri Keuangan yang kemudian ditunj

NEW YORK (catatan perjalanan AS bagian 7 - akhir)

Persinggahan pertama dan terakhir saya adalah di kota New York. Kota favorit saya saat ini. Favorit banget ! Saya merasa semua hal disana terasa tepat. Dari tempat saya menginap, saya bisa melihat World Trade Centre  menjulang dengan adidaya-nya, AS yang dulu saya kenal. Walaupun tidak punya waktu untuk benar-benar seight seeing , saya bela-belain bangun subuh sebelum ke bandara supaya sempat lihat Wallstreet. Jalan itu sama sekali bukan dream working place saya, tetapi ada rasa  magis ketika melangkah di hadapan banyak kejadian besar dalam perekonomian dunia berlangsung. Di New York saya hanya sempat diskusi di Kantor Perwakilan BI dan pergi ke factory outlet di Woodburry (agak jauh sih dari New York). Dalam perjalanan ke Woodburry saya melewati Sungai Manhattan, Brooklyn Bridge, dan melihat lanskap New York dari kejauhan. Cantik sekali, saya sampai mau menangis. Bahkan matahari seolah selalu ingin bertengger di posisi terbaik untuk memberikan sinar paripurnanya. Can

BERTEMU PAK ERWIN (catatan perjalanan AS bagian 6)

Di dinas kemarin, bagian yang menurut saya penting, selain membuat resume diskusi dengan bank sentral dan ekonom adalah sesi ngobrol dengan Bapak-bapak. Ini maksudnya bukan Bapak-bapak yang ketemu di jalan terus ngobrol-ngobrol ya . Kebetulan saya adalah satu-satunya perempuan di rombongan kunjungan kerja kali ini. Sejujurnya, saya sering sekali mempersiapkan obrolan dengan orang yang baru dikenal. Kalau saya bisa, biasanya kepo dulu orangnya seperti apa, latar belakangnya dari mana, supaya saya bisa menciptakan obrolan berbobot yang membuatnya tertarik. Bukannya mau fake , tapi menurut saya sayang sekali kalau kita bisa bertemu dengan orang hebat tetapi menyia-nyiakannya hanya dengan cheap talk seperti, “Pak, anaknya ada berapa?” atau “ohh anak Bapak tiga, ada yang sudah nikah?” atau “Bapak aslinya mana?” Enggak jarang juga sih saya bahas hal seperti itu, tetapi dalam rangka revolusi mental saya harus berubah (terJokowi 2017 hahaha ). Dalam perjalanan ini saya sangat terkesan

DINAS ATAU JALAN-JALAN (catatan perjalanan AS bagian 5)

Saya selalu setuju sekaligus tidak setuju tentang pendapat enak banget ya kantor kamu jalan-jalan terus atau eh, buang uang negara deh jalan-jalan doang paling kerjanya sebentar . Berbicara tentang travelling , dalam kehidupan sehari-hari saya memang bukan tipe orang yang mengalokasikan perhatian besar untuk jalan-jalan tahunan, semesteran, atau triwulanan. Bahkan untuk liburan ke Bandung saja saya suka menunggu dinas di akhir pekan biar hemat, shameless confession ya ini haha . Siapa sih yang tidak suka jalan-jalan, tetapi dari kecil papa saya selalu bilang, “Mia jadi orang pinter ya biar bisa kemana-mana gratis”, karena beliau dulunya juga penikmat jalan-jalan jauh gratisan dari kantor. Refreshing buat saya bisa melalui banyak hal, seperti main sama suami dan anak, ngobrol sama temen, beli jilbab atau bahkan nonton di bioskop aja rasanya sudah senang.  Rapat dengan tim Kantor Perwakilan Bank Indonesia New York Hal yang paling terasa bahwa jalan-jalan karena dinas kur

SALAH JALAN (catatan perjalanan AS bagian 4)

Di tulisan ini saya akan memberikan pengakuan, bahwa sering kali saya merasa salah jalan. Saya merasa pilihan-pilihan pekerjaan yang saya ambil cukup ‘ajaib’. Singkat cerita, sejak kuliah saya sangat ingin menjadi dosen, tetapi saya sadar bahwa tidak sepintar itu untuk dapat menjadi pengajar. Pasca lulus S1 saya berpikir untuk terlebih dahulu bekerja di sektor privat dan publik untuk mendapatkan sense yang memadai sebelum nantinya melanjutkan sekolah dan menggapai cita-cita menjadi dosen. Sejauh ini saya memang masih berada di track sesuai rencana, tetapi menjalani cita-cita ternyata tak semudah bayangan. Pekerjaan saya sangat berbeda dengan yang umumnya digeluti teman-teman – yang mungkin di usia hampir lima tahun pengabdiannya ini sudah naik jabatan. Dalam Buku Lean In, Sheryl Sandberg menuliskan satu bagian khusus mengenai karir sebagai a jungle gym, not a ladder . Lebih luas dari itu menurut saya baik ladder maupun jungle gym  sama-sama metode sebagaimana adanya di dunia ker

EKONOMI DAN AKUNTANSI (catatan perjalanan AS bagian 3)

Selasa, 28 Februari, saya dan rombongan sudah berada di Denver untuk berdiskusi dengan profesor dari University of Denver. Siangnya kami menempuh perjalanan darat 40 km menuju diskusi lanjutan dengan University of Colorado Boulder. Kami mendiskusikan tentang perekonomian AS, khususnya di bidang moneter (perbankan, suku bunga bank sentral, dan capital stability ).  Selalu tidak mudah merelasikan bahasan yang ada di dunia moneter dan bank sentral dengan bidang keilmuan yang saya miliki, akuntansi. Sampai siang itu saya menyadari bahwa ilmu tidak boleh dikotak-kotakkan demikian. Ada kalanya kita memang perlu memasang batasan, untuk memastikan fokus yang diambil dalam mendalami ilmu. Tetapi saya sadar bahwa ketidakmampuan saya untuk menghubungkan adalah akibat ketidakmauan mendalami ilmu di luar akuntansi.  Ternyata kuliah mata kuliah ekonomi moneter 3 SKS yang saya ambil belum bisa memberikan bekal yang cukup untuk menjadi ahli di bidang akuntansi moneter (ada ya? hahaha). Pern

PELAJARAN DARI THE FED ST. LOUIS (catatan perjalanan AS bagian 2)

Senin, 27 Februari 2017 kami berjalan santai menuju diskusi di The Federal Reserves Bank of St. Louis. Sejak malam sebelumnya rombongan saya tinggal di Hyatt Regency St. Louis, tak jauh dari perkantoran The Fed. Sekalipun berangkat dengan jalan kaki kami masih punya waktu untuk… foto-foto di loteng perkantoran demi mendapat pemandangan terbaik. Setelah masuk The Fed pun, beberapa dari rombongan (termasuk saya) juga masih foto-foto. Agak malu menceritakan keudikan ini, sampai kami ditegur staf keamanan dan dilarang ambil gambar. Sudah menjadi rahasia umum bahwa area bank sentral seringkali disterilkan atau dijaga dengan pengamanan ketat, hanya saja saya sudah terlalu terbiasa dengan budaya di Bank Indonesia yang tidak se-strict itu. Selfie dari atas loteng Sedikit berbicara tentang substansi diskusi hari itu, kami bertemu dengan perwakilan dari banyak bagian di The Fed St. Louis. Diskusi dibuka oleh James Fuchs, yang membahas tentang pandangannya terhadap kondisi

24 JAM PERTAMA (catatan perjalanan AS bagian 1)

Dari banyak negara maju yang ada, Amerika Serikat (AS) adalah pilihan terakhir yang ingin saya kunjungi. Sejak masih remaja, negara-negara Eropa selalu jadi idaman dan impian. Mungkin karena saya mudah jatuh cinta dengan bangunan kuno dan puisi ; serta sejarah di balik karya-karya tersebut –yang kebanyakan berada di Eropa. Saat itu bagi saya AS (seperti julukannya) terlalu adidaya. Lihat saja film Hollywood yang hobi menampilkan lakon pahlawan super atau sosok perempuan yang sempurna from head to toe . Hal itu membuat saya merasa bahwa AS enggak aku banget, karena saya kurang suka sesuatu yang berlebiha n . Itulah mengapa saya selalu suka film Prancis yang mengalir dan kerap menampilkan alur dan tokoh yang penuh ketidaksempurnaan.  Meski demikian, jiwa suka gratisan saya tidak pandang bulu. Sejak dipilih untuk ikut dalam kunjungan kerja ke AS, saya sangat bersemangat . Semua pekerjaan terkait kunjungan kerja saya kerjakan dalam tempo sesingkat-singkatnya dan quality control b