Langsung ke konten utama

Masih ada kereta, Rahmia..

Aku duduk di kursi peron 11
Pipiku masih merah bekas kena tampar
Penjaga stasiun lelah dengan tingkahku

Lima jam lalu ku membeli sebuah tiket menuju kota lama di timur kota
Di sana ada pertunjukan sirkus ternama, dan aku ingin menyaksikannya
Di kursi yang sama aku membaca selebaran kota hijau di barat daya,
Di sana ada seniman puisi kondang, aku cinta puisi..
Kutukarkan lembaran tiket itu,

Seorang pria menyambarnya, ujarnya kota itu tak terima perantau dari utara
Ku ragu,
Kutukarkan lagi tiketku pada yang semula
Petugas stasiun memandang murka, namun kali ini ku yakin

Tak lama, di sampingku duduk ibu tua..
Dia orang timur, dengan arogan menceritakan anak sulungnya jadi tuan tanah sekaligus pengelola sirkus ternama itu
Sumpah ku mual,

Aku melangkah kecil mengintip apakah masih ada tiket ke kota barat daya
Mengintip di sela lubang tangan pembeli dan koin uang
Lalu tersenyum pada penjaga, dia bukan si murka tadi
Aku beramah tamah mengatakan ingin beli tiket ke barat daya
Menanyakan berapa jumlah koin yang mesti kutukar,
Bahkan ku telah sepakat dan tiket itu kupegang setengah
Sampai ku sadar pesan ibuku, untuk pergi ke timur merawat adik bungsuku yang sakit keras

Tak sempat jelaskan, tamparan panas mendarat di pipiku
Si petugas mengatakan aku ini bagaikan wanita tak setia seenak-enaknya berpindah haluan

Bagi siapapun tak jadi masalah untuk pilih tiket yang mana
Tapi jelas setelah naik kereta nanti aku akan menghabiskan sisa hidupku di tempat tujuannya, tanpa kembali lagi ke utara,
Maka ku harus yakin

Tiket ke timur masih kugenggam,
Di pipiku yang perih meleleh tangis kekecewaan,
Tentang aku yang sulit memutuskan dan menjadi sangat tercela karenanya

Kupejamkan mata,
Aku tahu akan tertinggal kedua kereta itu,
Tak dapat menonton sirkus, maupun dengar puisi indah yang akan paling kusuka sepanjang hidup
Aku tahu tak ada satupun yang sudi memberikan aku tiket menuju kota lainnya

Sampai kudengar suara yang entah darimana asalnya
“ Masih ada kereta, Rahmia.. “
Dan setelah itu keraguanku sirna

Dengan menahan sakit dan menyeka air mata sendiri, aku menunggu..
Kereta mana yang akan suara itu kirimkan padaku
Kuyakini hanya suara itu yang akan berikan aku kota tujuan yang tepat

Biarkan semua pergi meninggalkanku
Aku akan kuat walau hari ini tak ada kereta tersisa
Kedinginan tanpa belas kasih, karena mereka melihat ini akibat kesalahanku






Tapi ku yakin
Masih ada kereta, Rahmia..

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari-hari Menjadi Ibu

Hampir tujuh tahun menjadi ibu, sekarang jadi sadar bahwa perjuangan dan perjalanan yang luar biasa itu bukan sekedar jargon atau ungkapan klise. Di dua sampai tiga tahun pertama merasakan mengurus bayi hingga batita membuat aku sadar tentang: 1. Hal yang biasa terlihat mudah, ternyata luar biasa menantang Sebut saja, menyusui, menyuapi anak sampai bisa makan sesuai porsi, tetap tenang ketika mereka sakit, atau tidak menangis ketika ASI yang baru kita perah tumpah. Hal-hal tersebut tidak pernah terpikir akan menantang ketika aku belum merasakan sendiri. 2. Ibu merespon apa yang dia dengar dan dia baca dengan cara berbeda Aku akan terima saja kalau dibilang baper, tetapi memang setelah melewati banyak proses rasanya jadi ibu membuatku lebih thoughtful dalam berucap dan menulis. Karena ibu merasakan apa yang ia dengar dan ia baca dengan mendalam, sambil memutar kembali rekaman peristiwa yang ia alami. Hal ini tidak remeh, karena mengasah empati. Suatu skill yang penting dimiliki seseor

Dalam Upacara Perpisahanku

Malam itu puluhan orang berkumpul, di ruang yang tak punya tembok, atap, lantai, maupun jendela Mereka tidak masuk lewat pintu, tetapi dari sesuatu bernama tautan   Sambutan demi sambutan, cerita indah hingga sedih, saut menyaut Ingin rasanya aku menanggapi tiap kisah yang mereka lontarkan Misalnya, ketika ada yang bilang aku orang yang tegar -- padahal tidak jarang aku mengeluh dan menangis diam-diam Atau.. Ketika ada yang mengatakan masih punya utang janji padaku, rasanya ingin kutagih tunai malam itu juga   Tapi apa, aku tak ada..  Di daftar nama peserta itu, namaku tak nampak Di layar itu, fotoku tak terlihat Ternyata begini rasanya bisa menyembunyikan tawa dan tangis tanpa harus menutup  microphone  atau kamera -- yang biasa aku lakukan beberapa bulan ini, setiap hari   Dalam upacara tersebut, tidak ada lagi kesal.. Tak ada lagi benci.. Tuntas sudah yang belum selesai Yang ada hanya rasa sayang, rasa syukur aku pernah bertemu mereka dan mencipta banyak kisah indah, unik, atau mela

Jalan Kesana

Kata mama saya, sejak dulu anaknya ini terobsesi dengan Inggris. Asumsi yang didasari oleh hobi masa kecil saya mengumpulkan post card gratisan dari majalah Bobo. Salah satu favorit saya waktu itu yang bergambar Princess Diana. Gak paham lagi, dia anggun banget dan berjiwa sosial, super ngefans! Waktu kecil belum paham tentang skandal percintaannya, jadi tiada celah baginya wkwk. Lalu suatu hari saya pasang post card tersebut di album foto, di sebelah gambar saya lagi tiup lilin ulang tahun ke-5. Kayaknya random aja waktu itu, bukan ala ala sikap yang penting untuk dikenang bertahun-tahun kemudian. Saya sendiri lupa sama sekali kejadian itu. Dan ingin ke London karena entah kenapa saya penasaran sama Inggris, belum pernah kesana, dan negara itu tampak sangat unik. Banyak musikus yang karyanya saya nikmati berasal dari Inggris, seperti The Beatles, Elton John, Sting, Coldplay. Saya selalu yakin nuansa sebuah kota berpengaruh terhadap jiwa seni warganya, semacam Jogja atau Ba