Langsung ke konten utama

Hari-hari Menjadi Ibu

Hampir tujuh tahun menjadi ibu, sekarang jadi sadar bahwa perjuangan dan perjalanan yang luar biasa itu bukan sekedar jargon atau ungkapan klise.

Di dua sampai tiga tahun pertama merasakan mengurus bayi hingga batita membuat aku sadar tentang:

1. Hal yang biasa terlihat mudah, ternyata luar biasa menantang

Sebut saja, menyusui, menyuapi anak sampai bisa makan sesuai porsi, tetap tenang ketika mereka sakit, atau tidak menangis ketika ASI yang baru kita perah tumpah. Hal-hal tersebut tidak pernah terpikir akan menantang ketika aku belum merasakan sendiri.

2. Ibu merespon apa yang dia dengar dan dia baca dengan cara berbeda

Aku akan terima saja kalau dibilang baper, tetapi memang setelah melewati banyak proses rasanya jadi ibu membuatku lebih thoughtful dalam berucap dan menulis. Karena ibu merasakan apa yang ia dengar dan ia baca dengan mendalam, sambil memutar kembali rekaman peristiwa yang ia alami. Hal ini tidak remeh, karena mengasah empati. Suatu skill yang penting dimiliki seseorang untuk dapat memiliki relasi yang harmonis dengan lingkungannya.

3. Merasakan prioritas yang berganti, lingkaran pertemanan yang mengecil

Menjadi ibu di usia 25 tahun ketika banyak teman masih punya banyak waktu untuk kumpul-kumpul adalah sebuah tantangan tersendiri untukku. Kadang aku ingin ikut mereka nongkrong juga, tetapi tahu bahwa bepergian membawa bayi tidak selalu nyaman untuk semua orang. Aku tidak merasa sahabat terdekatku menjadi tidak lagi penting, sesekali aku sangat berusaha untuk menyempatkan bertemu. Namun frekuensinya jauh berkurang. Meninggalkan anak untuk jalan-jalan juga tidak bisa terus menerus jadi pilihan. Jadi, ya memang terasa pergaulanku makin 'itu-itu aja', tetapi makin kesini aku merasakan hal itu tidak kalah menyenangkannya -- terus dekat dengan mereka yang menerima perputaran prioritasku.

4. Perdebatan pribadi tentang peran dan harapan sebagai ibu - yang juga seorang individu

Suatu hari aku pernah dalam kondisi mellow akut, dasteran, belum mandi, rambut acak-acakan, dan anakku sedang rewel-rewelnya. Aku pun berpikir mungkin mau berkarya di rumah saja karena takut keluarga dan utamanya anak tidak terurus. Tetapi, rencana itu berubah-ubah, bahkan sampai hari ini. Selalu ada sosok wanita berdaster yang mempertanyakan pada diri sendiri mau jadi apa haha. Tetapi makin kesini, aku menjalaninya dengan lebih santai. Mungkin karena seiring anak makin besar, aku kembali memiliki waktu dan kemampuan untuk melihat dua bagian diriku sebagai ibu dan sebagai diri sendiri - yang juga berhak diperjuangkan.

---

Semua terasa lebih dapat diurus dan aku jadi ingat tentang diriku sendiri setelah melewati fase tiga tahun pertama. Tetapi, ternyata proses adaptasi terus berlangsung. Memasuki usia penyiapan anak untuk belajar hal-hal yang lebih konkret menuju abstrak, memikirkan sekolahnya, atau menimbang pergaulannya. Rasanya banyak sekali hal-hal yang kalau dipikirkan dari pagi hingga malam setiap hari tidak akan cukup.

Di luar urusan anak secara khusus, tentu banyak hal lain yang ibu (juga sebagai istri) kerjakan. Tanpa berusaha memilah pekerjaan pria dan wanita, suami dan istri, karena meskipun suamiku sangat hands on dalam banyak hal tetap aku yang lebih sering bersinggungan dengan hal-hal domestik. Mungkin ini karena kecenderungan saja, aku suka makan dan masak haha. Belum lagi urusan pekerjaan, rencana liburan - yang lagi-lagi aku merasa sering kali lebih gercep untuk ambil inisiatif. Banyaknya to do list itu membuat otakku sering harus lebih multitas - yang banyak riset mengatakan sebenarnya tidak baik. 

Namun di saat yang sama, aku merasa banyak sekali wisdom yang aku dapatkan dengan menjalankan peranku sehari-hari. Seperti ketika menunggu minyak panas sebelum menggoreng tempe, atau membiarkan mangkuk di dalam air fryer tidak langsung dicuci karena masih panas dan berlari menyiapkan anak untuk pergi sekolah. Di situ aku merasakan ritme, keharusan tangkas dalam mengidentifikasi dan mengkasifikasi respon atau tindakan yang harus dilakukan. Dan tentunya, hal itu dapat aku aplikasikan dalam keseharian bekerja di kantor. Menentukan ritme kerja dengan tim, mengklasifikasi tingkat prioritas dan timeline tugas. Ternyata jadi ibu secara tidak sengaja memasukkanku ke dalam leadership course yang latihan dan praktiknya tidak dengan kurikulum tertulis di buku, namun dampaknya terasa langsung.

Paragraf terakhir sebetulnya adalah inti dari tulisan perdanaku di 2022 ini. Terpikir begitu saja ketika sedang menyiapkan sarapan tadi dan pas aku sedang sangat rindu menulis di blog ini. Ada banyak momen aku merayakan hari-hariku menjadi ibu, merasa menang banyak, bisa bersiasat, dan makin terampil dalam banyak hal. Dan aku ingin menyimpannya disini hari ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dalam Upacara Perpisahanku

Malam itu puluhan orang berkumpul, di ruang yang tak punya tembok, atap, lantai, maupun jendela Mereka tidak masuk lewat pintu, tetapi dari sesuatu bernama tautan   Sambutan demi sambutan, cerita indah hingga sedih, saut menyaut Ingin rasanya aku menanggapi tiap kisah yang mereka lontarkan Misalnya, ketika ada yang bilang aku orang yang tegar -- padahal tidak jarang aku mengeluh dan menangis diam-diam Atau.. Ketika ada yang mengatakan masih punya utang janji padaku, rasanya ingin kutagih tunai malam itu juga   Tapi apa, aku tak ada..  Di daftar nama peserta itu, namaku tak nampak Di layar itu, fotoku tak terlihat Ternyata begini rasanya bisa menyembunyikan tawa dan tangis tanpa harus menutup  microphone  atau kamera -- yang biasa aku lakukan beberapa bulan ini, setiap hari   Dalam upacara tersebut, tidak ada lagi kesal.. Tak ada lagi benci.. Tuntas sudah yang belum selesai Yang ada hanya rasa sayang, rasa syukur aku pernah bertemu mereka dan mencipta banyak...

Jalan Kesana

Kata mama saya, sejak dulu anaknya ini terobsesi dengan Inggris. Asumsi yang didasari oleh hobi masa kecil saya mengumpulkan post card gratisan dari majalah Bobo. Salah satu favorit saya waktu itu yang bergambar Princess Diana. Gak paham lagi, dia anggun banget dan berjiwa sosial, super ngefans! Waktu kecil belum paham tentang skandal percintaannya, jadi tiada celah baginya wkwk. Lalu suatu hari saya pasang post card tersebut di album foto, di sebelah gambar saya lagi tiup lilin ulang tahun ke-5. Kayaknya random aja waktu itu, bukan ala ala sikap yang penting untuk dikenang bertahun-tahun kemudian. Saya sendiri lupa sama sekali kejadian itu. Dan ingin ke London karena entah kenapa saya penasaran sama Inggris, belum pernah kesana, dan negara itu tampak sangat unik. Banyak musikus yang karyanya saya nikmati berasal dari Inggris, seperti The Beatles, Elton John, Sting, Coldplay. Saya selalu yakin nuansa sebuah kota berpengaruh terhadap jiwa seni warganya, semacam Jogja atau Ba...

Dalaila Gisdara

Sebuah frase yang masih membuat saya sedikit geli tiap kali diucapkan, ketika kami ke klinik anak untuk imunisasi misalnya. Sebuah nama lengkap yang 100 persen dibuat oleh ayahnya, semudah mencuplik nama Dalai Lama dan Gusdur. Sejak awal kami berkomitmen untuk membuat nama yang sederhana dan Indonesia banget. Kendatipun demikian masih banyak yang bilang nama ini rumit dan berat. Yasudah, mudahnya panggil saja dia Agis. Agis punya wajah yang manis, entah, sampai sekarang masih dalam perdebatan mirip siapakah bayi ini. Saya suka sekali dengan senyumnya yang menyapa di pagi hari dan setiap malam sepulang saya dari kantor. Saya juga suka sekali dengan tangisnya saat minta minum atau merasa popoknya sudah tidak lagi nyaman. Saya menyukai tiap senti yang ada pada Agis, entah indah atau tidak. Kadang masih tidak percaya bahwa Agis adalah bagian dari saya, bahwa keberadaannya dimulai dari kehidupan saya.  Beberapa minggu setelah melahirkan Agis, saya sempat m...