Langsung ke konten utama

Segenggam Cerita dari Depok

Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi
Kalau ada umur panjang, boleh kita bertemu lagi

Siapa yang bisa menebak usia seseorang, dan apa kriteria panjang umur, saya belum menemukan requirement yang pas.

Hari libur bagaikan barang mewah, sela dimana kita dapat melakukan rutinitas yang tak dapat terjamah di hari biasa yang padat. Saya tak mau melewatkan hari langka itu. Lalu saya ajak teman-teman lama untuk kembali berkumpul.
Kadang saya bergerak dulu baru berpikir. Di hari minggu yang cerah seharusnya saya mengerjakan UTS take home yang lama terlupakan. Saya ingat, tapi lupa akan selalu menjadi dalih yang lebih keren dibanding malas.

Mengatakan kumpul jam 11.00, ternyata saya baru bisa datang pukul 16.00.Pemilik rumah, Gelgel, bak gadis menanti lamaran pujaan hati yang harap-harap cemas menunggu kedatangan teman-teman. Lalu saya yang didaulat sebagai seksi acara masih termenung di kampus memandangi lajur atau jurnal, entah mau disebut apa, saya makin tahu mengapa akuntansi lovable. Tak lama berselang, saya -lagi-lagi- harus menunda keberangkatan karena harus membeli beberapa amunisi penting bagi EQUILIBRIUM terkasih, bersama dua lelaki penyuka sesama jenis, sahabat karib saya belakangan ini, Emil dan Gerry.

Pukul 15.00
Berbondong-bondong datang pesan singkat yang isinya hanya tawa terbahak-bahak yang menanyakan kehadiran saya. Moki si gadis hiperbol menggambarkan suasana rumah Gelgel yang kisruh akibat amuk masa, masa yang mana? Dan saya menjadi tersangka utama dianggap tak bertanggung jawab karena main ajak tanpa datang ke lokasi pertemuan.

Perbicangan di rumah Gelgel siang itu
Anak-anak : Kita udah selesai nonton, habis ini mau ngapain?
Gupi : Tanya Mia.

Siapa aku lho yha..

Akhirnya setelah hidup tak nyaman dalam keterdesakkan, saya putuskan datang ke rumah Gelgel lebih awal. Berhubung kendaraan saya sedang masuk bengkel, papa yang bertugas mengantarkan. Sesampainya, telah berjajar beberapa motor dan helm di depan rumah Gelgel, saya menarik nafas lega. Saya ketuk pintu rumah, tak seorangpun menjawab. Saya intip kamar Gelgel, lampu padam dan tak ada seorangpun. Mencoba hubungi mereka satu persatu, tak ada jawaban. Merasa dikerjai. Mereka biasa pura-pura main hide and seek, jadi saya gak mau kelihatan gak cool. Berjalan perlahan mau lewat pintu belakang, biar dilirik anak kos saya tak peduli, tapi semua pintu dikunci.

Saya menelpon Nuzhu, dan alhamdulillah dia menjawab.Ternyata mereka dalam perjalanan KE DEPOK. Nice, saya gak dikabari. Belakangan saya tahu bahwa Gupi sudah sms, tapi tak sampai. Dan bunyi sms nya sebatas : Mia, kami ke Depok. Terima kasih teman-teman, sungguh seenaknya.

Syukurlah teman-teman saya masih punya hati nurani dan berjalan balik untuk menjemput. Sambil menunggu saya dipersilahkan duduk di ruko depan gang Gelgel oleh mbak-mbak penjaga warung yang baik. Kami bercerita sebentar, dan baru saya tahu sosok Ria ( a.k.a Gelgel) sangat termasyhur di kalangan warga sekitar. Sama sekali tak menyangka.

Rombongan mobil Moki datang dengan tawa berderai-derai begitu saya masuk. Sialan kalian. Hobi mereka memang menertawakan teman yang tertiban sial. Sama kayak hobi saya.

Baiklah, topik menarik, obrolan seputar kuliah, dan rasan-rasan. Waktu-waktu yang saya rindukan datang. Berkumpul kembali bersama sahabat lama yang menyenangkan. Saya melihat teman-teman yang kini telah makin dewasa, dan kami ga iyik-iyikan satu sama lain. Diganti dengan ngiyik-iyik orang lain.

Setibanya di Depok, saya bertemu beberapa teman lagi di rombongan mobil Gelgel yang sedang asik makan jagung bakar. Payung indah di tempat jualan sangat impulsive membuat kami ingin foto.






Yayaya, kebiasaan orang Asia. Gak lengkap kalo gak foto berkali-kali.







Bahkan dengan pose yang hampir sama.






Ikan matang, kami melaju ke warung makan. Beberapa lama kami makan, dalam hening, karena memang sednag lapar. Diselingi Gupi yang cerita kalau jagung Nuzhu sempat dipegang mas-mas, lalu saya berkata, "Gak apa-apa, tambah vitamin." Nuzhu yang notabene mahasiswa fakultas kedokteran mengangguk.

Nadia dikejar deadline, alias harus segera pulang. Lalu dia dan Gelgel pamit duluan meninggalkan makanan lezat dalam porsi besar. Mereka berdua benar-benar pergi begitu saja tanpa babibu. Perpisahan yang janggal. Cincaylah, kami lanjut makan..

Di sela sholat maghrib kami membicarakan tentang anak SMA 3 yang ip nya nyaris-nyaris 4 macam Poppy dan Tichil, atau Ipam. Kami sama-sama berdecak kagum, turut bahagia atas kesuksesan mereka. Walau IP kami masih jauh dari itu, kami gak minder, dengan masih cari-cari pembenaran kalau IP yang penting cum laude. Sampai satu saat saya basa-basi ke Eta, " IP mu berapa Ta? " ngggg. Eta menjawab, " Semester ini 4. " Saya langsung muka komik. Eta menambar, " Tapi semester ini thok lho ya.. " Saya masih penasaran, " Emang IPK berapa? " ngggg Eta menjawab bersahaja, "3,9 berapaa gituu. " Ohh.. Kali ini muka saya sepo dan sangat zzz. Gak usah ngomongin orang jauh-jauh, ternyata disini ada anak berprestasi. Selamaaaat..

Perjalanan pulang masih sama menyenangkan, bahkan beberapa tingkat lebih. Walaupun Moki menyetir mobil dengan sangat brutal dan hampir nabrak bis antar kota, kami tetap berhaha hihi tak takut mati. Padahal mata memandang miris ke arah jalan. Kami guyon ngalor ngidul membahas masa lalu kami yang suram tapi menyenangkan. Seperti Moki yang menangis dalam perjalanan Jogja-Pakem-Jogja saat remidi matematika jaman kelas 1 dan takut gak masuk IPA. Segalanya mengenai ujian akhir yang membuat kami gak sewoyo-woyo (bahasa Gupi) biasanya. Sampai Moki yang kalau hampir nabrak pasti berujar, " Woohh.. mase sontoloyo." benar-benar pisuhan wong tuwo.Sepanjang jalan kami tak berhenti ketawa.

Perjalanan diakhiri. Saya diantar Moki sampai rumah. Lalu membahas tentang suntik kolagen dan vitamin C yang katanya menyegarkan dan memutihkan kulit. Ternyata Moki mahasiswa kedokteran yang pandai, sudah bisa menyuntik lho teman-teman.. Tentunya suntik vitamin C, tepatnya saling suntik dengan teman-teman sejawatnya. Kok Kalimatnya gilo ya..

Saya senang melihat kami yang beda-beda jurusan dan terlihat mencintai bidangnya masing-masing. Alhamdulillah, hari yang benar-benar akan saya rindukan.

Komentar

  1. love dis :D

    aku merasa senang2 lho miii :D

    tankiu ya :D

    BalasHapus
  2. iyaaaa.. aku juga. sampai ketemu lagi teman-teman :)

    BalasHapus
  3. kami tegaskan di sini bahwa kami bukan penyuka sesama jenisdan kami hanya sering bermain bersama saja(klarifikasi).haha
    *paragraf 4 kalimat 4 baris ke 21-22

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari-hari Menjadi Ibu

Hampir tujuh tahun menjadi ibu, sekarang jadi sadar bahwa perjuangan dan perjalanan yang luar biasa itu bukan sekedar jargon atau ungkapan klise. Di dua sampai tiga tahun pertama merasakan mengurus bayi hingga batita membuat aku sadar tentang: 1. Hal yang biasa terlihat mudah, ternyata luar biasa menantang Sebut saja, menyusui, menyuapi anak sampai bisa makan sesuai porsi, tetap tenang ketika mereka sakit, atau tidak menangis ketika ASI yang baru kita perah tumpah. Hal-hal tersebut tidak pernah terpikir akan menantang ketika aku belum merasakan sendiri. 2. Ibu merespon apa yang dia dengar dan dia baca dengan cara berbeda Aku akan terima saja kalau dibilang baper, tetapi memang setelah melewati banyak proses rasanya jadi ibu membuatku lebih thoughtful dalam berucap dan menulis. Karena ibu merasakan apa yang ia dengar dan ia baca dengan mendalam, sambil memutar kembali rekaman peristiwa yang ia alami. Hal ini tidak remeh, karena mengasah empati. Suatu skill yang penting dimiliki seseor

Dalam Upacara Perpisahanku

Malam itu puluhan orang berkumpul, di ruang yang tak punya tembok, atap, lantai, maupun jendela Mereka tidak masuk lewat pintu, tetapi dari sesuatu bernama tautan   Sambutan demi sambutan, cerita indah hingga sedih, saut menyaut Ingin rasanya aku menanggapi tiap kisah yang mereka lontarkan Misalnya, ketika ada yang bilang aku orang yang tegar -- padahal tidak jarang aku mengeluh dan menangis diam-diam Atau.. Ketika ada yang mengatakan masih punya utang janji padaku, rasanya ingin kutagih tunai malam itu juga   Tapi apa, aku tak ada..  Di daftar nama peserta itu, namaku tak nampak Di layar itu, fotoku tak terlihat Ternyata begini rasanya bisa menyembunyikan tawa dan tangis tanpa harus menutup  microphone  atau kamera -- yang biasa aku lakukan beberapa bulan ini, setiap hari   Dalam upacara tersebut, tidak ada lagi kesal.. Tak ada lagi benci.. Tuntas sudah yang belum selesai Yang ada hanya rasa sayang, rasa syukur aku pernah bertemu mereka dan mencipta banyak kisah indah, unik, atau mela

Jalan Kesana

Kata mama saya, sejak dulu anaknya ini terobsesi dengan Inggris. Asumsi yang didasari oleh hobi masa kecil saya mengumpulkan post card gratisan dari majalah Bobo. Salah satu favorit saya waktu itu yang bergambar Princess Diana. Gak paham lagi, dia anggun banget dan berjiwa sosial, super ngefans! Waktu kecil belum paham tentang skandal percintaannya, jadi tiada celah baginya wkwk. Lalu suatu hari saya pasang post card tersebut di album foto, di sebelah gambar saya lagi tiup lilin ulang tahun ke-5. Kayaknya random aja waktu itu, bukan ala ala sikap yang penting untuk dikenang bertahun-tahun kemudian. Saya sendiri lupa sama sekali kejadian itu. Dan ingin ke London karena entah kenapa saya penasaran sama Inggris, belum pernah kesana, dan negara itu tampak sangat unik. Banyak musikus yang karyanya saya nikmati berasal dari Inggris, seperti The Beatles, Elton John, Sting, Coldplay. Saya selalu yakin nuansa sebuah kota berpengaruh terhadap jiwa seni warganya, semacam Jogja atau Ba