Langsung ke konten utama

Penyelamat Kota yang Gelap

Aku berlari melewati lorong gelap, di sampingnya terdapat got-got berisi kubangan air keruh beraroma busuk. Mataku pedih oleh kontaminasi karbon monoksida, nafasku sesak, ini sungguh pengap.

Dalam perjalanan ini aku berpikir. Otak berisi gulungan film panjang yang tak berujung, memutar tiap adegan bermakna ganda. Antara kebaikan dan keburukan, atau hitam putih yang saling mengisi. Menyebut terang dalam gelap. Film itu sedang berputar dengan genre yang bukan drama. Lalu kuuraikan kesejukan dan rasa panas sekaligus. Damai dalam pertikaian.

Ingin ku segera pergi dari lorong ini, sayangnya ia panjang tanpa jalan pintas tempat ku dapat secepatnya bebas. Senang atau tidak aku musti tetap lewati.

Akhirnya.. Kutemukan ujungnya, titik terang yang semakin berpendar semakin kujalani. Bukan lagi sesak, tak ada aroma menyengat. Bumi yang kini kulihat berisi padang rumput yang indah, bunga-bunga warna cerah memenuhi setiap sudut mengeluarkan aroma teduh.

Kota ini nyaman bagi penguninya, penduduk berpakaian rapi hilir mudik di jalanan pusat perbelanjaan dan perpustakaan besar.

Kutengok lorong busuk tadi bertuliskan "Penyelamat Kota yang Gelap". Disanalah bersatu segala limbah kota, mulai busa cucian, sampai gas beracun, sehingga tak ada lagi barang buruk di dalam kota selain lorong. Aku heran bagaimana prosesnya, dikemanakan kelanjutan limbah itu, atau bagaimana bila suatu hari lorong itu tak kuat lagi menampung semua karena keterbatasan kapasitas. Namun begitulah digariskan warga kota dapat hidup damai, hanya karena adanya sebuah lorong rendahan.

Lorong itu adalah gerbang masuk ke dalam kota ini, tak ada jalan lain, hanya gerbang arah Timur. Di arah Barat, Utara, dan Selatan terdampar samudera tanpa pelabuhan, dan kota ini tak mengenal sesuatu yang terbang di udara.

Aku berbalik menatap kawasan indah ini lagi, lalu ku tersenyum. Bayangan lorong itu tak akan pudar dari pikiranku, apakah jelas atau hanyalah sketsa.

Alam mengajarkanku berpikir, mengerti arti dunia lebih dari yang selama ini aku lihat. Datang seseorang dari belakangku, masih tergopoh-gopoh, iya baru saja keluar dari si gelap tadi. Tak kutanyakan bagaimana ia merasa, iya sedang menikmati sensasi indah di atas susah.

Tak lama kami berbincang, ia tersenyum, teduh kurasa. Selanjutnya kami bercerita tentang keunikan kota ini, alam yang mendidik manusianya. Lalu kusadar, orang ini serupa alam yang diekstraksi dalam bentuk manusia, entah bagaimana ia bisa. Belakangan kutahu, ia telah berjalan di lebih dari 50 kota dan melewati 30 lorong. Pantas saja.

Perjalanan ini semakin bermakna, dulu ku hanya belajar sendiri dari alam dan kini kutemukan bentuk lainnya yang bisa bebicara tanpa kusuarakan.

Kegundahan dan kesulitan adalah jalan yang tak kuasa kuhindari, aku merana olehnya. Sampai di satu titik aku sadar, ia gerbang menuju kedamaian yang hakiki tempat ku bersyukur setelah perjuangan yang keras.

Mungkin aku akan melewati lorong yang gelap lagi, entah sendiri atau bersama pembelajar lain. Alam selalu menjadi tempat belajar terbaik bagiku.

Komentar

  1. nice posting mba rahmia :)
    aku suka kamu menceritakan alam itu sebagai sesuatu yang kita rasakan dengan kelima panca indra,karena memang demikianlah adanya.
    demikian pula cerita anda ttg sampah hasil buangan limbah oleh manusia. dari alam yang indah,digunakan dengan segenapnya oleh manusia (oleh kita), kemudian sisanya dibiarkan menumpuk dilupakan masalahnya.
    saya menangkap maksud hati anda yang ingin mengungkapkan bahwa segala unsur alam yang ada di dunia pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda. awalnya ia hadir secara harmonis, karena Alloh memang menata keberadaan masing2 unsur alam dengan seimbang. ion di langit, zat hara dalam tanah, tembaga pada bebatuan, dsb dsb. namun setelah manusia menggunakanya,merekayasa gabungan komposisinya, pada akhirnya tidak dipilah secara bijaksana dalam hasil pembuanganya. itulah bencananya.

    karena itu saya mengingatkan, memang kita sebaiknya mulai membedakan kembali jenis2 limbah yang kita buat. plastik, kaca, kertas, sampah elektronik dst, dibedakan penanggulanganya. dengan demikian, kita bisa menghindari senyawa yang pengap dan tidak diinginkan.

    mungkin, opini saya terlalu teknis,tapi saya harap bolehlah dibaca sekilas dan dipahami intisarinya.hehehehe.

    BalasHapus
  2. hehe. mbak gupita, luar biasa sekali. sebenernya analisis saya gak setajam itu.
    tapi memang saya tergelitik dengan fenomena limbah yang dianggap remeh padahal sangat bahaya.
    dan dengan egois saya mengaitkannya dengan kerumitan perasaan saya saat itu, bukannya mengkaji bagaimana penyelesaiaannya.

    semoga kita bisa memulai :)

    BalasHapus
  3. hey, yang komen diatas itu imaniar sofia, hehehe.
    wiseacrebodoh. kok malah gupita. hahahahhaa.
    ayo saling mem-follow^^

    BalasHapus
  4. hahahhaa.. maaf sayaaaaang. thanks a lot. iyaaa, aku akan rajin update mulai sekarang :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari-hari Menjadi Ibu

Hampir tujuh tahun menjadi ibu, sekarang jadi sadar bahwa perjuangan dan perjalanan yang luar biasa itu bukan sekedar jargon atau ungkapan klise. Di dua sampai tiga tahun pertama merasakan mengurus bayi hingga batita membuat aku sadar tentang: 1. Hal yang biasa terlihat mudah, ternyata luar biasa menantang Sebut saja, menyusui, menyuapi anak sampai bisa makan sesuai porsi, tetap tenang ketika mereka sakit, atau tidak menangis ketika ASI yang baru kita perah tumpah. Hal-hal tersebut tidak pernah terpikir akan menantang ketika aku belum merasakan sendiri. 2. Ibu merespon apa yang dia dengar dan dia baca dengan cara berbeda Aku akan terima saja kalau dibilang baper, tetapi memang setelah melewati banyak proses rasanya jadi ibu membuatku lebih thoughtful dalam berucap dan menulis. Karena ibu merasakan apa yang ia dengar dan ia baca dengan mendalam, sambil memutar kembali rekaman peristiwa yang ia alami. Hal ini tidak remeh, karena mengasah empati. Suatu skill yang penting dimiliki seseor

Dalam Upacara Perpisahanku

Malam itu puluhan orang berkumpul, di ruang yang tak punya tembok, atap, lantai, maupun jendela Mereka tidak masuk lewat pintu, tetapi dari sesuatu bernama tautan   Sambutan demi sambutan, cerita indah hingga sedih, saut menyaut Ingin rasanya aku menanggapi tiap kisah yang mereka lontarkan Misalnya, ketika ada yang bilang aku orang yang tegar -- padahal tidak jarang aku mengeluh dan menangis diam-diam Atau.. Ketika ada yang mengatakan masih punya utang janji padaku, rasanya ingin kutagih tunai malam itu juga   Tapi apa, aku tak ada..  Di daftar nama peserta itu, namaku tak nampak Di layar itu, fotoku tak terlihat Ternyata begini rasanya bisa menyembunyikan tawa dan tangis tanpa harus menutup  microphone  atau kamera -- yang biasa aku lakukan beberapa bulan ini, setiap hari   Dalam upacara tersebut, tidak ada lagi kesal.. Tak ada lagi benci.. Tuntas sudah yang belum selesai Yang ada hanya rasa sayang, rasa syukur aku pernah bertemu mereka dan mencipta banyak kisah indah, unik, atau mela

Jalan Kesana

Kata mama saya, sejak dulu anaknya ini terobsesi dengan Inggris. Asumsi yang didasari oleh hobi masa kecil saya mengumpulkan post card gratisan dari majalah Bobo. Salah satu favorit saya waktu itu yang bergambar Princess Diana. Gak paham lagi, dia anggun banget dan berjiwa sosial, super ngefans! Waktu kecil belum paham tentang skandal percintaannya, jadi tiada celah baginya wkwk. Lalu suatu hari saya pasang post card tersebut di album foto, di sebelah gambar saya lagi tiup lilin ulang tahun ke-5. Kayaknya random aja waktu itu, bukan ala ala sikap yang penting untuk dikenang bertahun-tahun kemudian. Saya sendiri lupa sama sekali kejadian itu. Dan ingin ke London karena entah kenapa saya penasaran sama Inggris, belum pernah kesana, dan negara itu tampak sangat unik. Banyak musikus yang karyanya saya nikmati berasal dari Inggris, seperti The Beatles, Elton John, Sting, Coldplay. Saya selalu yakin nuansa sebuah kota berpengaruh terhadap jiwa seni warganya, semacam Jogja atau Ba