Empat buah balon silver sudah siap menyambut malam panjang ini, malam Minggu. Satu Februari, sehari setelah Laya ulang tahun.
Uci dan Riski menunggu di ruang tamu, tak sabar mau berangkat. Apa daya, karena ini sebuah acara kejutan, kami harus mendatangi Laya dengan diam-diam. Saat itu Kaka dan Koko menjadi orang paling berjasa karena dengan ikhlas membantu kami untuk siapkan kejutan. Sampai di apartemen Laya kami bertiga sembunyi di salah satu kamar sambil cekikikan, tak lama terdengar suara gagang pintu –yang terkunci dengan kunci yang menggantung- disertai suara batuk-batuk Koko yang menjadi kode penting bagi kami.
Tak lama datanglah Keluarga Hadylaya full team. Saat kami ingin pamit pulang, Koko menanyakan beberapa hal yang membuat kepulangan kami tertunda. Tak lama Maminya Laya membawa tiga amplop merah dan membagikannya pada saya, Uci, dan Riski. Angpau pertama –dan sepertinya terakhir- dalam hidup saya. Akhirnya bisa juga merasakan kebahagiaan dapat angpao yang ternyata begitu luar biasa. Saat itu kami bertiga terkaget-kaget, antara senang dan tak percaya. Sampai-sampai saya merasa bahwa kebahagiaan Laya malam itu karena dapat kejutan tidak seberapa dibanding apa yang kami bertiga rasakan.
Saya sangat senang malam itu, entah kenapa. Selain karena perkara angpao saya merasa kembali menemukan sahabat lama yang jauh pergi. Laya adalah salah satu sahabat terbaik semasa kuliah yang bersedia meluangkan waktu kapan saja untuk mendengar cerita sampai memberikan pendapat untuk beberapa keputusan penting. Bahkan saking cocoknya kadang saya merasa bahwa watak kami banyak miripnya.
Di banyak waktu di beberapa bulan belakangan saya sempat mengira bahwa kami tidak akan pernah meneruskan kedekatan pertemanan masa kuliah. Tapi saya belum benar ternyata, karena hubungan baik di masa lalu tidak akan pernah hilang. Meskipun esok kami mungkin akan jarang berjumpa dan kembali merasa saling “jauh”, figur seseorang yang baik dan menyayangi saya akan tetap melekat pada sosok Laya.Saya senang kami bertemu lagi…
Jakarta, 14 Februari 2014
gambar: instagram @shadylaya
Uci dan Riski menunggu di ruang tamu, tak sabar mau berangkat. Apa daya, karena ini sebuah acara kejutan, kami harus mendatangi Laya dengan diam-diam. Saat itu Kaka dan Koko menjadi orang paling berjasa karena dengan ikhlas membantu kami untuk siapkan kejutan. Sampai di apartemen Laya kami bertiga sembunyi di salah satu kamar sambil cekikikan, tak lama terdengar suara gagang pintu –yang terkunci dengan kunci yang menggantung- disertai suara batuk-batuk Koko yang menjadi kode penting bagi kami.
Agak lupa apa yang Laya katakan saat masuk ruangan, tak lama kami keluar dengan balon bertuliskan “Laya” dan sebuah kue tinggi kalori sambil menyanyi “Happy Birthday”. Laya teriak panjang. Dimulailah sesi peluk, tiup lilin, bagi-bagi kue, dan buka kado.
Malam itu sungguh menyenangkan. Kami berlima –saya, Uci, Koko, dan Laya- bercerita banyak tentang pekerjaan, teman-teman, sampai isu nasional. Koko yang sedang produktif menulis di koran memperlihatkan beberapa artikelnya. Sekitar 1,5 jam kami berhaha-hihi bersama, nostalgia masa-masa kuliah sambil mengemil makanan imlek Keluarga Hadylaya tanpa henti.
Tak lama datanglah Keluarga Hadylaya full team. Saat kami ingin pamit pulang, Koko menanyakan beberapa hal yang membuat kepulangan kami tertunda. Tak lama Maminya Laya membawa tiga amplop merah dan membagikannya pada saya, Uci, dan Riski. Angpau pertama –dan sepertinya terakhir- dalam hidup saya. Akhirnya bisa juga merasakan kebahagiaan dapat angpao yang ternyata begitu luar biasa. Saat itu kami bertiga terkaget-kaget, antara senang dan tak percaya. Sampai-sampai saya merasa bahwa kebahagiaan Laya malam itu karena dapat kejutan tidak seberapa dibanding apa yang kami bertiga rasakan.
Saya sangat senang malam itu, entah kenapa. Selain karena perkara angpao saya merasa kembali menemukan sahabat lama yang jauh pergi. Laya adalah salah satu sahabat terbaik semasa kuliah yang bersedia meluangkan waktu kapan saja untuk mendengar cerita sampai memberikan pendapat untuk beberapa keputusan penting. Bahkan saking cocoknya kadang saya merasa bahwa watak kami banyak miripnya.
Di banyak waktu di beberapa bulan belakangan saya sempat mengira bahwa kami tidak akan pernah meneruskan kedekatan pertemanan masa kuliah. Tapi saya belum benar ternyata, karena hubungan baik di masa lalu tidak akan pernah hilang. Meskipun esok kami mungkin akan jarang berjumpa dan kembali merasa saling “jauh”, figur seseorang yang baik dan menyayangi saya akan tetap melekat pada sosok Laya.Saya senang kami bertemu lagi…
Jakarta, 14 Februari 2014
gambar: instagram @shadylaya
Komentar
Posting Komentar