Hari ini, sambil mencari inspirasi
untuk salah satu laporan, saya membaca artikel di Bisnis Indonesia tentang wawancara
bersama Sri Mulyani mengenai outlook perekonomian
Indonesia 2017. Isinya tidak perlu saya bahas disini. Setelah membaca artikel
tersebut mata saya tertuju pada biodata beliau, lahir di Bandar Lampung 1962. Setahun
lebih muda dari mama saya.
Di usia yang hanya terpaut setahun,
kalau dilihat dari pencapaian karir dan pendidikan, Sri Mulyani menang telak. Pada
2004 beliau telah menjabat sebagai Kepala Bappenas, di saat yang sama mama saya
menghabiskan waktunya untuk mengantar jemput saya dan Fida yang masih SMP. Ketika mama
saya sedang sangat gamang memilih kebaya wisuda mana yang ingin dia kenakan
pada acara kelulusan SMA anaknya, Sri Mulyani, sebagai Menko Perekonomian
sedang berpusing-pusing dengan dampak gonjang-ganjing krisis Amerika Serikat. Mama
saya sedang berjibaku dengan Agis yang berusia tiga bulan ketika Sri Mulyani
menjalani tahun keenamnya menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Melihat fakta tersebut, sebagai
seorang ibu, mama saya ternyata telah melakukan banyak hal besar di saat yang
sama ketika Sri Mulyani menjalankan peran besarnya. Ia telah begitu berjasa
memastikan kedua anaknya mengakses pendidikan dengan nyaman, dan tentu saja mengapresiasi
hasilnya dengan tampil sebaik mungkin di hari wisuda. Mama juga masih disana,
di masa-masa terberat saya menjadi seorang ibu. Dan banyak lagi jasanya
yang tidak akan habis dituliskan.
Sewaktu kecil beberapa kali saya
berpikiran bahwa punya ibu yang bekerja sangat keren dan membanggakan. Tak hanya sekali
saya mendorong mama untuk bekerja, pinta itu hanya dibalas dengan jawaban
ringan, “Kalau mama kerja, siapa yang nemenin belajar sama nganterin sekolah?”
Meskipun bukan wanita yang
ambisius dalam pencapaian karir, mama saya sangat mendorong ketiga anak
perempuannya untuk sekolah tinggi dan mengejar cita-cita. Selalu, “Mia harus
semangat ngejalanin sesuatu, harus jadi yang terbaik” menjadi kata-kata
andalannya. Di dalam ketidaktahuannya akan dunia kerja, mama saya selalu
memberikan bara semangat yang besar pada anak-anaknya untuk menjadi wanita
karir yang profesional.
Sosok mama selalu dan selalu
mengingatkan saya untuk menghargai apapun pilihan yang diambil seorang ibu:
bekerja, sekolah, atau fokus mengurus keluarga. Saya melihat ketiga pilihan
tersebut memiliki kekuatan dan kendalanya masing-masing. Pandangan itu pula yang membuat
saya tidak ragu menjalani pilihan menjadi career woman. Seperti Sri Mulyani dan Mama. Perekonomian Indonesia
tak akan stabil tanpa intervensi dari wanita hebat seperti Sri Mulyani. Beliau begitu
menginspirasi banyak wanita Indonesia untuk mengejar passion dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Sama halnya, tak akan
ada generasi emas tanpa ibu sehangat mama saya. Tak ada yang di depan, tiada
yang tertinggal. Setiap ibu adalah pemenang di liganya masing-masing.
Selamat hari ibu.
Komentar
Posting Komentar