Apa yang dikatakan
gerbong-gerbong kereta listrik Jakarta sore?
Mereka berbisik tentang kuli
bangunan yang mual melihat tanggalan. Akhir bulan dompetnya mulai cekak,
anak-anaknya meraung minta uang jajan dinaikan. Mereka tidak tahu sesuatu
terjadi pada uang Bapaknya, uang yang bentuknya tak berubah tetapi nilainya
terus berkurang.
Apa yang dikatakan
gerbong-gerbong kereta listrik Jakarta sore?
Mereka bercerita tentang seorang
wanita berblazer hitam di dekat pintu. Dengan gincu merah ia tampil menawan,
jarinya ketak-ketik ponsel tiada henti. Sejenak matanya bertahan di sebuah foto
yang diunggah temannya di path, pamer
habis pergi ke Yunani. Si perempuan pun iri, dia risau akan destinasi
liburannya yang jauh “tertinggal”. Foto itu membuatnya putar otak untuk
mencapai destinasi yang bakal lebih mengundang decak kagum, walau harus kuras
kocek sekalipun.
Apa yang dikatakan
gerbong-gerbong kereta listrik Jakarta sore?
Mereka sampaikan tentang karyawan
yang sudah sepuluh tahun bekerja dan belum juga naik pangkat. Seseorang yang
sudah muak bedesak-desakan di kereta. Ia ingin sekali punya mobil, apa daya
nominal tabungannya tak banyak bertambah dari tahun ke tahun. Dia berpikir atas
apa yang ada di depan matanya, tak lebih. Tak peduli jalanan macet, tak peduli waktu
terbuang, dia ingin punya mobil!
Apa yang dikatakan
gerbong-gerbong kereta listrik Jakarta sore?
Mereka bergeming melihat seorang
pengamat ekonomi yang sibuk angkat telpon sana-sini. Dari media elektronik
sampai cetak. Ia menjelaskan pendapatnya tentang inflasi yang tinggi, kurs
rupiah yang melemah, dan konsumsi bahan bakar bersubsidi yang menggerogoti
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara.
Apa yang dikatakan
gerbong-gerbong kereta listrik Jakarta sore?
Ia berpikir keras tentang apa
yang dibicarakan Si Pengamat Ekonomi. Ternyata ia sedang mendeskripsikan tentang
nasib kuli bangunan, penyebab kekhawatiran wanita berblazer hitam, dan implikasi
keinginan karyawan untuk punya mobil.
Terkadang ekonomi perlu
disampaikan dalam bahasa yang sederhana.
*terpikirkan di sebuah bincang sore dengan seorang ekonom
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus