Langsung ke konten utama

Es Batu dan Masa Kecil


Bila ada rindu yang paling kuat dalam hidup, jawabannya adalah kerinduan saya pada  masa kecil.

Hampir setiap hari saya dibuat jengkel oleh kedua saudara perempuan saya –yang sama enerjiknya- setiap hari saat masih kecil. Kakak saya yang saat itu sudah tumbuh menjadi remaja yang (kata orang) cantik selalu memakan jatah susu kotak saya, hampir setiap waktu. Dengan amat liciknya ia menghabiskan miliknya selalu lebih dulu dari saya dan adik. Kemudian saat kami sedang menikmati susu kotak masing-masing, hap tangan lincahnya merebut minuman tersebut dan lari sambil buru-buru menyeruputnya habis. Saat itu seorang anak kelas empat SD telah diperkenalkan tentang sebuah arti dari keculasan, oleh kakaknya sendiri.

Adik saya tak begitu nakal, tetapi sangat cengeng dan hobi memukul. Mata kanan dan kiri saya pernah terluka karena pukulan mautnya. Kejadian pertama adalah saat kami sedang berkelahi. Ia buru-buru mengambil sebuah ranting gugur di depan rumah, lalu dipukulkan ke bola mata saya. Kedua, suatu hari dia sedang menangis gara-gara dimarahi ayah, sulit bagi saya untuk menahan tawa merayakan kekonyolan pandangan di depan mata. Tak lama, satu tonjokan maha kuat resmi mendarat di wajah saya, tepatnya di mata. Atas berkat Tuhan hari ini saya masih mampu memandang indahnya dunia dan adik saya yang tumbuh dewasa.

Morfologi tubuh saya selalu tepat untuk jadi korban penindasan oleh mereka berdua. Pertama, kulit mereka yang terang langsat begitu kontras dengan milik saya yang kecoklatan. Kedua, rambut mereka yang hitam dan super lurus selalu diparadigmakan mengungguli saya yang berambut agak berombak kecoklatan. Mungkin hal itulah penyebab dari hobi mereka yang seringkali berafiliasi untuk menyerang saya, dari digelitiki sampai menangis atau dipukul pakai sapu dan raket bulu tangkis.

Betapapun anarkis, kami adalah anak yang selalu bersyukur, seingat saya. Tidak dibelikan rumah Barbie tak apa, kami membuat rumah kucing dapur dari batu bata sisa bahan bangunan rumah tetangga. Makan Mc. Donald jarang-jarang sudah biasa, kami cukup bahagia saat digorengkan ibu ayam tepung yang selalu kempes.

Buka-tutup kulkas adalah kegiatan yang sangat sering kami lakukan. Dari ambil minum, memasukkan agar-agar buatan sendiri, sampai mendinginkan setengah badan karena di rumah tidak ada air conditioner. Dari kesemuanya, ada benda luar biasa dari dalam kulkas teramat ajaib bagi kami. Benda itu selalu sukses memanjakan dahaga dengan menjadi teman dari berbagai minuman manis favorit. Benda itu bernama es batu.

Fakta yang cukup menyebalkan adalah bahwa saya yang paling rajin mengisi cetakan es selalu hanya mendapatkan sisa sebiji saja setiap membuat minuman  sepulang sekolah. Di momen-momen seperti itu, bayangan tentang keculasan kedua saudara kandung saya kembali membuat wajah saya nanar menahan kemarahan. Ah!

Saya tidak sempat terlalu banyak membalas kedzaliman mereka sampai waktu berjalan begitu cepat hingga kami lupa untuk mengurusinya. Tiba-tiba kini kami sudah sama-sama dewasa.


Saya belum sempat membalas keculasan kakak saya secara optimal, tetapi kemarahan itu sudah dikalahkan ego pribadi bahwa diri ini begitu menyayanginya. Pukulan-pukulan adik saya telah menjadi pemberian yang cuma-cuma karena kini saya lebih ingin sering-sering memeluknya. Kami tak lagi punya waktu untuk ribut tentang susu kotak atau jatah coklat. Saya lupa kapan terakhir kami main petak umpet di dalam rumah saat ibu melarang kami ke luar, dan saya selalu dicurangi. Karpet ruang tengah rumah saya selalu rapi sekarang, karena kami tak lagi glundang-glundung sepulang sekolah dan saat menonton televisi.

Tak akan pernah habis ditulis tentang bagaimana saya sangat bersyukur memiliki mereka dalam hidup saya, telah mengisi masa kecil dan membuatnya indah. Karena tentu saja mereka tak selalu jahat seperti cerita di atas. Dan kejahatan itu justru terasa manis buat saya saat ini.

Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini? Bukan bulan, matahari, Pluto, atau galaksi lainnya, melainkan masa lalu. –Faulana Hafidz (seorang sahabat)-

Saya teramat merindukan sebuah taman bernama masa kecil, tetapi sadar bahwa tempat itu terlalu jauh untuk didatangi.

Ditulis atas inspirasi yang mendadak datang saat menyadari bahwa freezer di rumah sudah dipenuhi es batu. Es batu yang tidak pernah ada yang mengambilnya lagi, apa lagi memperebutkannya.


Komentar

  1. rasa lebih jujur bercerita tentang apa yang benar-benar melekat dalam hati, lebih renyah saat dia jatuh dalam bahasa. setiap kalimatnya terurai disetiapnya juga aku yang membaca terhanyut dalam ruang bayangan, tanpa terpaksa. tulisan yang indah dari hati nan tulus dalam kerinduan akan masa lalu. satu waktu Bochi dan Mba Fika akan baca dan aku tahu betul apa ekspresi pertama mereka. <3

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari-hari Menjadi Ibu

Hampir tujuh tahun menjadi ibu, sekarang jadi sadar bahwa perjuangan dan perjalanan yang luar biasa itu bukan sekedar jargon atau ungkapan klise. Di dua sampai tiga tahun pertama merasakan mengurus bayi hingga batita membuat aku sadar tentang: 1. Hal yang biasa terlihat mudah, ternyata luar biasa menantang Sebut saja, menyusui, menyuapi anak sampai bisa makan sesuai porsi, tetap tenang ketika mereka sakit, atau tidak menangis ketika ASI yang baru kita perah tumpah. Hal-hal tersebut tidak pernah terpikir akan menantang ketika aku belum merasakan sendiri. 2. Ibu merespon apa yang dia dengar dan dia baca dengan cara berbeda Aku akan terima saja kalau dibilang baper, tetapi memang setelah melewati banyak proses rasanya jadi ibu membuatku lebih thoughtful dalam berucap dan menulis. Karena ibu merasakan apa yang ia dengar dan ia baca dengan mendalam, sambil memutar kembali rekaman peristiwa yang ia alami. Hal ini tidak remeh, karena mengasah empati. Suatu skill yang penting dimiliki seseor

Dalam Upacara Perpisahanku

Malam itu puluhan orang berkumpul, di ruang yang tak punya tembok, atap, lantai, maupun jendela Mereka tidak masuk lewat pintu, tetapi dari sesuatu bernama tautan   Sambutan demi sambutan, cerita indah hingga sedih, saut menyaut Ingin rasanya aku menanggapi tiap kisah yang mereka lontarkan Misalnya, ketika ada yang bilang aku orang yang tegar -- padahal tidak jarang aku mengeluh dan menangis diam-diam Atau.. Ketika ada yang mengatakan masih punya utang janji padaku, rasanya ingin kutagih tunai malam itu juga   Tapi apa, aku tak ada..  Di daftar nama peserta itu, namaku tak nampak Di layar itu, fotoku tak terlihat Ternyata begini rasanya bisa menyembunyikan tawa dan tangis tanpa harus menutup  microphone  atau kamera -- yang biasa aku lakukan beberapa bulan ini, setiap hari   Dalam upacara tersebut, tidak ada lagi kesal.. Tak ada lagi benci.. Tuntas sudah yang belum selesai Yang ada hanya rasa sayang, rasa syukur aku pernah bertemu mereka dan mencipta banyak kisah indah, unik, atau mela

Jalan Kesana

Kata mama saya, sejak dulu anaknya ini terobsesi dengan Inggris. Asumsi yang didasari oleh hobi masa kecil saya mengumpulkan post card gratisan dari majalah Bobo. Salah satu favorit saya waktu itu yang bergambar Princess Diana. Gak paham lagi, dia anggun banget dan berjiwa sosial, super ngefans! Waktu kecil belum paham tentang skandal percintaannya, jadi tiada celah baginya wkwk. Lalu suatu hari saya pasang post card tersebut di album foto, di sebelah gambar saya lagi tiup lilin ulang tahun ke-5. Kayaknya random aja waktu itu, bukan ala ala sikap yang penting untuk dikenang bertahun-tahun kemudian. Saya sendiri lupa sama sekali kejadian itu. Dan ingin ke London karena entah kenapa saya penasaran sama Inggris, belum pernah kesana, dan negara itu tampak sangat unik. Banyak musikus yang karyanya saya nikmati berasal dari Inggris, seperti The Beatles, Elton John, Sting, Coldplay. Saya selalu yakin nuansa sebuah kota berpengaruh terhadap jiwa seni warganya, semacam Jogja atau Ba