Langsung ke konten utama

Batik Cumi



Beberapa minggu lalu Ninda menanyakan alamat rumah dan tanpa timbul kecurigaan aku langsung membalasnya secepat kilat. Sempat beberapa hari tertunda melihat sebuah paket dari Balikpapan karena tak lagi tinggal di rumah orang tua, sampai akhirnya berhasil menemukan kain biru dengan secarik surat cintanya. 

Batik cumi dari Ninda.

Mataku langsung berbinar, spontan memotret penampakan kado itu, bikin sketch model baju yang mau dibuat beberapa menit setelahnya, dan menempelkan surat dari Ninda di kulkas. Sebuah rencana untuk posting foto batik cumi di instagram kuurungkan. Sebuah tulisan rasanya lebih setimpal.

Banyak waktu dimana aku membayangkan apa yang sedang Ninda lakukan di Kalimantan sana. Aku mengenalnya sangat dekat saat kuliah, diawali di Bilik Equilibrium dan menjadi makin seperti perangko dan amplop yang diberi lem saat menjalani KKN di Papua tiga tahun lalu. Di waktu-waktu itu aku merasa bisa melihat dan mengkonfirmasi tentang cerita kesehariannya tiap waktu. Bisa bertanya ‘ada apa’ saat wajahnya muram dan ikut tersenyum saat Ninda sedang senang. Sekarang kami mesti sabar untuk mencocokkan waktu rehat kerja untuk sekedar menyapa dan membalas sapa lewat layar masing-masing.

Banyak sekali yang kami lalui bersama di Papua, mulai dari kisah bahagia, gondok, sedih, sampai bahagia lagi. Ninda dan aku pernah merasa sedih jadi Dobby si peri rumah ketika setiap sore hanya bisa melangu di pondokan KKN di saat kawan lain bisa jalan-jalan. Sebaliknya, saat ada motor menganggur dan kegiatan sedang kosong kami bisa dua hari berturut-turut pergi ke dermaga Danau Sentani untuk menikmati keindahan alam sambil foto-foto cantik. Momen favorit selalu adegan di atas motor bersama Ninda, menyusuri jalan Distrik Waibu yang mulus dan sepi sambil mencumbui langit sore yang cantik. Hanya dengan sandal jepit, baju sekenanya, dan jilbab terjuntai. Semudah itu merasa jadi wanita tercantik dan terbahagia bersama Ninda.

Ninda bukan hanya sahabat yang setia, tetapi juga anak yang baik, kakak yang penyayang, dan penulis yang manis. Setelah beberapa kali kesenduan menyambangi hidupnya, ia tetap tegar berdiri, bahkan bertransformasi menjadi orang yang lebih bijak. Di lain posisi, aku ingat betul suatu malam Ninda dan beberapa teman datang ke rumah demi menemaniku yang sedang patah hati. Sahabat yang saling mengisi dan mengobati.

Maaf ya Ninda, aku bahkan belum mengirim kado ulang tahun ke 20-sekianmu. Perlu kamu tahu bahwa kedatangan batik cumi ini tidak hanya menambah isi lemari bagiku, tetapi bagai sebuah kotak musik yang melodinya mengajakku menyusuri masa lalu yang amat manis. Aku dibuatnya bersyukur dan mellow di saat yang sama, di sela-sela kehidupan baru yang penuh dengan jalan cepat dan rutinitas bagai robot. Tentu saja, saat ini Balikpapan ada di daftar teratas destinasi liburan berikutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari-hari Menjadi Ibu

Hampir tujuh tahun menjadi ibu, sekarang jadi sadar bahwa perjuangan dan perjalanan yang luar biasa itu bukan sekedar jargon atau ungkapan klise. Di dua sampai tiga tahun pertama merasakan mengurus bayi hingga batita membuat aku sadar tentang: 1. Hal yang biasa terlihat mudah, ternyata luar biasa menantang Sebut saja, menyusui, menyuapi anak sampai bisa makan sesuai porsi, tetap tenang ketika mereka sakit, atau tidak menangis ketika ASI yang baru kita perah tumpah. Hal-hal tersebut tidak pernah terpikir akan menantang ketika aku belum merasakan sendiri. 2. Ibu merespon apa yang dia dengar dan dia baca dengan cara berbeda Aku akan terima saja kalau dibilang baper, tetapi memang setelah melewati banyak proses rasanya jadi ibu membuatku lebih thoughtful dalam berucap dan menulis. Karena ibu merasakan apa yang ia dengar dan ia baca dengan mendalam, sambil memutar kembali rekaman peristiwa yang ia alami. Hal ini tidak remeh, karena mengasah empati. Suatu skill yang penting dimiliki seseor

Dalam Upacara Perpisahanku

Malam itu puluhan orang berkumpul, di ruang yang tak punya tembok, atap, lantai, maupun jendela Mereka tidak masuk lewat pintu, tetapi dari sesuatu bernama tautan   Sambutan demi sambutan, cerita indah hingga sedih, saut menyaut Ingin rasanya aku menanggapi tiap kisah yang mereka lontarkan Misalnya, ketika ada yang bilang aku orang yang tegar -- padahal tidak jarang aku mengeluh dan menangis diam-diam Atau.. Ketika ada yang mengatakan masih punya utang janji padaku, rasanya ingin kutagih tunai malam itu juga   Tapi apa, aku tak ada..  Di daftar nama peserta itu, namaku tak nampak Di layar itu, fotoku tak terlihat Ternyata begini rasanya bisa menyembunyikan tawa dan tangis tanpa harus menutup  microphone  atau kamera -- yang biasa aku lakukan beberapa bulan ini, setiap hari   Dalam upacara tersebut, tidak ada lagi kesal.. Tak ada lagi benci.. Tuntas sudah yang belum selesai Yang ada hanya rasa sayang, rasa syukur aku pernah bertemu mereka dan mencipta banyak kisah indah, unik, atau mela

Jalan Kesana

Kata mama saya, sejak dulu anaknya ini terobsesi dengan Inggris. Asumsi yang didasari oleh hobi masa kecil saya mengumpulkan post card gratisan dari majalah Bobo. Salah satu favorit saya waktu itu yang bergambar Princess Diana. Gak paham lagi, dia anggun banget dan berjiwa sosial, super ngefans! Waktu kecil belum paham tentang skandal percintaannya, jadi tiada celah baginya wkwk. Lalu suatu hari saya pasang post card tersebut di album foto, di sebelah gambar saya lagi tiup lilin ulang tahun ke-5. Kayaknya random aja waktu itu, bukan ala ala sikap yang penting untuk dikenang bertahun-tahun kemudian. Saya sendiri lupa sama sekali kejadian itu. Dan ingin ke London karena entah kenapa saya penasaran sama Inggris, belum pernah kesana, dan negara itu tampak sangat unik. Banyak musikus yang karyanya saya nikmati berasal dari Inggris, seperti The Beatles, Elton John, Sting, Coldplay. Saya selalu yakin nuansa sebuah kota berpengaruh terhadap jiwa seni warganya, semacam Jogja atau Ba