Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

Surat yang Tak Pernah Sampai

Menulis surat Tak terlalu digemari lagi, tapi masih sering aku menulisnya. Tak banyak beda antara baca dan tulis, sampai semua kata jadi kehilangan arti. Terlalu sering, terlalu banyak. Setiap surat memiliki amplopnya, Pak Pos menunggu untuk antarkan, dan penerima menunggu si bapak itu, mengintip lewat jendela kamar setiap pagi. Utopia penulis surat yang melankolis. Nyatanya. Tak semua nama yang dituju berniat membaca surat yang tak lebih berharga dari kertas yang tergeletak dengan beberapa goresan tinta. Kedua, kalaupun baca, mereka belum tentu paham benar apa maknanya, jangan-jangan kadang surat itu dikira salah alamat. Kasihan Pak Pos. Tapi aku tetap menulis, lagi dan lagi, sampai habis yang ada dalam hati, tumpah-tumpah menggenangi ruang literasi. Siapapun penerimanya, ku cukupkan untuk hanya membuat surat itu. Menulisnya dan simpan rapat dalam amplop jingga. Tak ada yang tahu. Kedalamannya. Pesan yang paling ingin ku katakan ada di dalam surat yang tak pernah sampai.

No More than 250 Words

20 years and more means 7300++ I lived in the earth, it also tells that there's 175.200 hours, 10.512.000 minutes and 6.3072 e8 said my calculator. Don't know how to write on those all story, happiness, sorrow, tears, and sweat. And when I challenged by 'tell about you, your interest and activity in maximum 250 word', this is the super mini about me : If I’ve to represent myself into a single word, I choose ‘literature’. My father’s a journalist, when I was child he always told about a many issue that happen in my country. I grew up in his skeptical mindset. In elementary school I love a stage life. I often join a drama and reading poem competition, on those I learn to be a confident person. Then I also join scout, the important point I got were about independency and survived in a limitation. I’m interested in human social life. I joined a student press organization in a high school, so I can speak my opinion to others. I enjoy the process of thinking, read any source

Kepada Hafida

Kepada Hafida : Terima kasih ibu, karena lahirkan adik.. Terima kasih adik karena kau menemaniku, Waktu itu aku masih terlalu kecil dan polos, tak ingat betul kapan kamu lahir. Tahu-tahu kamu selalu ada menemani aku bermain. Waktu itu aku masih penakut, lalu kita kemana-mana bersama dan setiap malam bercerita tentang cita-cita aku dan kamu yang digantungkan tinggi. Terima kasih ayah, karena membuatku dan adik menciptakan cita-cita dan memeliharanya. Dengan semua cerita-cerita tentang indahnya Sungai Nil, sampai literatur ribuan halaman, membawa kami ingin pergi kesana. Mengupas isi dunia. Adik, usiamu berkurang. Di hari ulang tahunmu, aku hanya dapat menjabat tangan, tanpa sebungkus pun bingkisan. Banyak waktu aku canggung menyampaikan betapa aku menyayangimu. Banyak saat dimana aku sibuk dengan egoku dan tak menengokmu. Dalam jeda waktu itu, di setiap sujudku selalu kusebut namamu… Selamat datang di gerbang yang semakin terbuka lebar, kedewasaan. Saat kita kecil, kamu dan aku ingin ce

Hubungan dan Tong Sampah

Lewat layar televisi, media cetak, dan di dalam forum-forum kampus kita sering melihat seseorang yang tampak kenabi-nabian atau setengah dewa. Seseorang yang memiliki manajemen ekspektasi baik, tak banyak menuntut dari perilaku dan pencitraan orang lain. Saya dapat dengan mudah kagum dengan seseorang yang pandai mengaji dan bagus bacaan sholatnya. Mereka yang pandai berorasi pun sering dielu-elukan disana sini. Banyak pula di antaranya yang benar-benar pandai bersosialisasi, sehingga siapapun nyaman berada di sekelilingnya. Cantik, pandai, dan rendah hati. Sebaliknya, tampan, santun, dan cerdas. Tak jarang ditemui orang-orang macam itu dalam lingkungan kita. Kadang saya bertanta-tanya, bagaimana bisa mereka se-luar biasa itu. Apakah peradaban sudah kian maju, seakan manusia tak ada anomalinya. Berbicara mengenai hubungan antara pria dan wanita. Penjajakan, berpacaran, atau ta'aruf, atau sebutan-sebutan lain yang dirasa pantas. Beberapa orang mengalami banyak kejadian serupa. Antara

Berbicara

Hal yang paling saya suka adalah saat seseorang dapat menghargai sesama apa adanya. Tanpa pujian yang berlebihan, tanpa ejekan yang tak perlu. Sungguh senang saat kejujuran yang berkata. " Rahmia. Kata-katamu bernyawa, seperti tulisanmu yang bernyawa. " ASP Terima kasih. Saya akan terus menulis. Apa yang saya suka, apa yang saya harus. Untuk siapapun yang ingin baca. Kamarku, 2:22 a.m. 16 Agustus 2010

Mengadu

Terkadang manusia lelah menangis. Lelah menghamba pada kesenduan. Ia hanya butuh suatu gerakan kecil, yang tak berdampak apapun. Ia hanya ingin mengadu. Namanya Galuh. Buruh bangunan yang bekerja di bangunan tepi jalan besar menuju gang rumahku. Dia sama sekali tak cantik. Bahkan tak menarik. Bahkan mengerikan. Wajahnya bekas kebakaran di pipi kiri. Tadinya ia hidup dengan keadaan yang cukup baik, sampai suatu ketika api hampir saja melahap tubuh ibunya dan ia dengan segala kekuatan ingin menyelamatkan. Di saat yang sama ayahnya tiada. Karena si api. Kata Pak Jarwanto, pemilik rumah yang sedang dibangun, Galuh walaupun seorang wanita, betapa kuat bekerja. Ibu dari empat anak yang tinggal di desa beberapa kilometer dari rumahku. Bibir galuh berbentuk huruf ‘u’ terbalik. Aku kira dia wanita yang hidupnya penuh lara. Suaranya luar biasa lembek. Kadang aku geram mendengar gaya dia bicara. Lemah. Dan tak menarik. Aku sungguh tak suka. Tempo hari ibuku bercerita, Galuh tak pernah absen datan

Memberi Secercah Cahaya

“Cahaya! Beri aku cahaya!” adalah tangisan tak bersuara dari jiwaku, dan cahaya cinta menyinariku tepat pada saat itu. ( Helen Keller ) Kalimat itu merupakan kutipan dari ungkapan salah seorang wanita tuna rungu dan tuna netra asal Amerika yang hidup pada abad 18. Dengan pendidikan ia berhasil keluar dari belenggu keterbatasan yang menghujam jiwanya setiap detik. Jadilah ia wanita pertama peraih gelar sarjana dari perguruan tinggi terkemuka, Harvard University. Tak berbeda dengan keadaan fisik seorang Helen Keller, pada kehidupan rakyat kita, terutama bagi kelompok menengah ke bawah banyak terjadi kebutaan, ketulian, kebisuan, sampai kepincangan. Kebutaan itu ada karena ketidakmampuan untuk mengenyam pendidikan. Selanjutnya, mereka sulit mendengar atau mencerna tentang banyak fakta di negeri mereka sendiri karena minimnya konsumsi informasi. Keterbatasan itu membuat mereka menjadi bisu, tak tahu apa argumen yang tepat untuk membela hak, tak yakin pula suaranya didengar. Lalu, kepincang

Cerdas Menilik Kebijakan

Kita terbiasa dididik dan hidup dengan pilihan yang longgar atau meringankan. Berbagai kebijakan diterabas dengan mencari solusi yang memudahkan. Lihat saja aturan three in one yang sebenarnya punya tujuan mengurangi kepadatan jalan dan polusi udara. Bukannya berusaha bergabung dengan mobil milik rekan, banyak orang berpikir praktis dengan membayar beberapa ribu rupiah untuk jasa joki. Jadilah aturan itu dianggap menyulitkan, dan sibuk ditentang. Tak terkecuali kebijakan kenaikan tarif dasar listrik yang jadi buah bibir beberapa pekan terakhir, protes berkembang, minta ampun agar tak ada aturan baru yang mengocek kantong rakyat lebih banyak lagi. Kebijakan kenaikan tarif listrik berkisar antara 6% sampai 18%, yang diatur sesuai dengan pemakaian daya. Keluhan datang dari pemakai daya kecil (rumah tangga) sampai pelanggan bisnis dan industri. Bagi pelanggan kelas industri, timbul kekawatiran meningkatnya beban biaya produksi. Kenaikan tersebut memberikan pilihan bagi perusahaan antara me

Jarak, Ku Titipkan Rinduku..

Sejak kecil, aku tinggal berjarak dengan ayah. Hanya bertemu beberapa hari, lalu ia pergi lagi. Datang dengan sekantong penuh roti, lalu ia pergi lagi. Padahal roti itu belum habis ku makan. Yang aku bilang tadi memang hanya tentang roti, sebuah benda mati. Tapi rasanya jadi berbeda dengan ada atau ketiadaan ayah. Aku tak ingat lapar, tak ingat memilikinya, saat ayah ada. Tapi saat ayah pergi, roti lahap ku makan karena ku ingin merasakan, bahwa ayah yang telah membelinya. Membawa benda itu, dari toko ke rumah ini. Yang sungguh berjarak. Maka aku ingin merasakan sisa ruhnya yang masih tinggal. Siang itu ayah datang, membawa bahagia ke dalam rumah. Melontarkan candaan tak lucu, namun ku tertawa. Mengernyit seram saat ku buat kesal, namun semakin aku menyayanginya. Mendengkur keras saat tertidur di tengah pertandingan bola kesukaannya, namun membuatku tenang. Kini, hanya dapat aku lihat, ada gambarnya, ada roti yang ia beli. Di rumah yang sama, dimana biasa ia bawa pulang kebahagiaan di

Guru

Guru yang baik tidak pernah menyadari betapa muridnya telah banyak lebih memahami dari apa-apa yang ia beri. Guru yang baik dengan diamnya saja, tidak bertanya apa-apa malah membuat otak muridnya bekerja lebih berat, mencari jawaban lebih cepat. Namun guru pun manusia, berhak dan wajar melewati apapun yang diajarkan saat merasakan makna dari ajarannya pada dirinya sendiri. Esensi guru itu adalah kemauan dia memberi apa yang dia punya bahkan dengan diam saja. *cuplikan dari perbincangan di pagi hari bersama seorang sahabat terkasih Lantas, siapakah guru itu.. Apakah hanya mereka yang sudah dapat sertifikasi dan berseragam coklat, ataukah hanya mereka yang dapat julukan pahlawan tanpa tanda jasa, Perlu untuk sadar bahwa kehidupan tak berhenti belajar. Tak cukup dengan taman kanak-kanak, sekolah dasar sampai menengah atas, dan strata 1 sampai 3. Profesor pun tetap belajar. Di hari libur kita masih belajar. Tanpa ujian akhir semester, kita pun punya ujian lain yang penilaiannya tanpa kerta

Aldiena

Kita bertemu, sejenak menyapa Merapat, tertawa berbisik.. Enam tahun sudah, sejak kita berkenalan malu-malu Diawali perbincangan tak esensial.. Aku miliknya, dan kau milik seseorang Entah mengapa, walau seharusnya tidak, kita menjauh Kadang aku menyapa, kamu tersenyum, Tapi tetap kosong Karena kita terpisah jurang yang tak tampak, Tertutup kabut senja Di dalam hati aku sedang terluka, melirik sibuk mencari uluran tangan Di saat yang sama ku melihatmu, mata yang bergerak sama sibuknya Bingo! Kita dalam kekalutan yang sama Tak seperti biasanya, Dimana ada dentuman semangat feminisme, Nafas emansipasi Kita berdiri tegak layaknya karang Pantang menengok masa lalu Tak seperti biasanya, Peluh pun tak halangi kita berlari Kelelahan sudah jadi teman minum kopi Kita luluh oleh luka yang dalam.. Remuk rapuh, jatuh memanja melas Dan aku bercerita, curahan hati sahabat Semua tumpah.. Tak ada lagi senyum arogan, Tiada lagi tatapan sungkan, Aku makin mengenalmu yang bersih hatinya.. Sekarang, di saa

Bom Waktu

Ini semua seperti kematian Yang tak ku tahu kapan akan datang Hanya ku tahu kepastian datangnya Ini semua bagaikan hujan tanpa mendung Tsunami tanpa guncangan Hingga ku tak tahu segera ia tiba Atau mungkin aku tahu Karena ia bom waktu Andai ku tahu kedatangannya Andai dapat ku terka ia mendekat Maka akan kulakukan semua yang ku suka denganmu kemarin Pergi ke bukit bersinar Mendengar lagu indah Berjalan ke kota impian Bila hanya sehari pun waktuku Maka akan kuhabiskan seluruhnya Sehingga takkan ku menyesal Terlambat sudah, karena ia telah datang Jogjakarta, 7 Juni 2010 Di tempat yang ingin ku ajak kau kemari Teruntuk batu besar,

Masih ada kereta, Rahmia..

Aku duduk di kursi peron 11 Pipiku masih merah bekas kena tampar Penjaga stasiun lelah dengan tingkahku Lima jam lalu ku membeli sebuah tiket menuju kota lama di timur kota Di sana ada pertunjukan sirkus ternama, dan aku ingin menyaksikannya Di kursi yang sama aku membaca selebaran kota hijau di barat daya, Di sana ada seniman puisi kondang, aku cinta puisi.. Kutukarkan lembaran tiket itu, Seorang pria menyambarnya, ujarnya kota itu tak terima perantau dari utara Ku ragu, Kutukarkan lagi tiketku pada yang semula Petugas stasiun memandang murka, namun kali ini ku yakin Tak lama, di sampingku duduk ibu tua.. Dia orang timur, dengan arogan menceritakan anak sulungnya jadi tuan tanah sekaligus pengelola sirkus ternama itu Sumpah ku mual, Aku melangkah kecil mengintip apakah masih ada tiket ke kota barat daya Mengintip di sela lubang tangan pembeli dan koin uang Lalu tersenyum pada penjaga, dia bukan si murka tadi Aku beramah tamah mengatakan ingin beli tiket ke barat daya Menanyakan berapa

Fariz

Ada sesuatu yang lebih berharga di antara kata menang atau kalah. Sekelumit rasa yang hadir dalam sebuah proses. Siang ini saya datang ke arisan trah. Haru bercampur bangga mendengar sekaligus menyaksikan seorang teman sepermainan di waktu kecil berhasil mengukir prestasi. Fariz namanya, ia adik sepupu yang tampan tapi penakut di masa kecil. Saya suka mengoloknya karena bahkan ia takut pergi ke kamar mandi sendirian di malam hari. Ia anak pertama yang dulu begitu dimanja sang ibu. Namun kini ia dalam proses menjadi seorang pekerja keras yang bagi saya luar biasa. Basket. Awalnya saya dan Fida, adik kandung saya, yang paling semangat ingin belajar olahraga tersebut. Saat masuk SMP kami membujuk ayah memasang ring di halaman rumah dan membeli sebuah bola berwarna hitam. Setiap sore, sepanjang hari libur, dan banyak waktu senggang lainnya, kami suka asal lempar atau asal dribble, yang penting senang. Singkat cerita, saya payah dalam basket. Lain dengan adik saya yang sungguh berbakat, jad

Si Kecil yang Kusayang

Ia telah renta. Banyak goresan di permukaan tubuhnya. Kamu tak terlalu renta kurasa, tapi kini ia tak dapat berlaku semestinya lagi. Naif, ia hanya benda mati. Namun kurasa ia yang terdekat denganku untuk lebih dari setahun ini, menemani di hari yang gelap maupun terang, panas dan hujan, serta saat ku menangis maupun tertawa. Warnanya mocca, selalu menemaniku kemana-mana. Aku merasa bodoh untuk bersedih karena ketidakmamkpuannya menjadi sahabatku lagi. Ku bersedih, karena banyak karya tertuang olehnya, banyak rasa kusampaikan padanya, dan ia menghubungkanku dengan banyak hal. Ia bisa saja diganti, bahkan dengan yang jauh lebih baik, tapi aku tetap lebih suka dengannya, aku ingin terus bersamanya. Hai teman kecilku yang cukup berat dibanding sesamamu, tahukah kamu, bahwa aku merindukan kamu yang dulu. Kamu yang bersemangat, Walau kata orang ini tak penting, tapi ketiadaanmu membuatku benar-benar kacau, terutama untuk malam ini, Aku bersedih :( Aku masih berharap kamu bisa segera pulih..

Rapuh

Apa yang salah dengan rupa-rupa kita yang berbeda, kalau hati kita sama putihnya.. Apa yang ironis dengan aku yang suka utara, lantas kau yang di selatan mengatakanku tak imbang, padahal kau sendiri tak ingin menjamah utaraku.. Apakah perlu kusampaikan kalau aku benar-benar ingin kutub-kutub ini berdamai, karena kurasa hal itu tak penting bila ku tak melakukan apa-apa.. Kau berkata aku cacat hati dengan segala tampakku yang tak ingin terlalu sering merunduk, namun kau buta dan tuli saat kau juga tak mau mengubah pandanganmu padaku. Bahkan saat ku mencoba, kau hanya tersenyum sekelebat, lalu kembali memakiku. Apa salah jika ku terbiasa tidur di kasur empuk, sedangkan kau mengikrarkan bahwa orang macam aku ini tak tahu apapun tentang dunia. Nasib ini, jalan ini, bukan pilihanku, tapi pilihan orang tuaku dengan usaha mereka, dan kehendak Tuhan yang memberikan suratan ini.. Tahukah kamu, kita, kamu, maupun aku, punya peran yang sama, punya beban yang sama beratnya, punya sisi angkuh masing

Penyelamat Kota yang Gelap

Aku berlari melewati lorong gelap, di sampingnya terdapat got-got berisi kubangan air keruh beraroma busuk. Mataku pedih oleh kontaminasi karbon monoksida, nafasku sesak, ini sungguh pengap. Dalam perjalanan ini aku berpikir. Otak berisi gulungan film panjang yang tak berujung, memutar tiap adegan bermakna ganda. Antara kebaikan dan keburukan, atau hitam putih yang saling mengisi. Menyebut terang dalam gelap. Film itu sedang berputar dengan genre yang bukan drama. Lalu kuuraikan kesejukan dan rasa panas sekaligus. Damai dalam pertikaian. Ingin ku segera pergi dari lorong ini, sayangnya ia panjang tanpa jalan pintas tempat ku dapat secepatnya bebas. Senang atau tidak aku musti tetap lewati. Akhirnya.. Kutemukan ujungnya, titik terang yang semakin berpendar semakin kujalani. Bukan lagi sesak, tak ada aroma menyengat. Bumi yang kini kulihat berisi padang rumput yang indah, bunga-bunga warna cerah memenuhi setiap sudut mengeluarkan aroma teduh. Kota ini nyaman bagi penguninya, penduduk ber

Busy Woman's Reflections

my daily activity, play with myself Ohh, you? Taking a picture of me? I have a camera too cheers Don't go please.. Okay. Again, i'm playing with myself.. truum.. truumm..

Segenggam Cerita dari Depok

Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi Kalau ada umur panjang, boleh kita bertemu lagi Siapa yang bisa menebak usia seseorang, dan apa kriteria panjang umur, saya belum menemukan requirement yang pas. Hari libur bagaikan barang mewah, sela dimana kita dapat melakukan rutinitas yang tak dapat terjamah di hari biasa yang padat. Saya tak mau melewatkan hari langka itu. Lalu saya ajak teman-teman lama untuk kembali berkumpul. Kadang saya bergerak dulu baru berpikir. Di hari minggu yang cerah seharusnya saya mengerjakan UTS take home yang lama terlupakan. Saya ingat, tapi lupa akan selalu menjadi dalih yang lebih keren dibanding malas. Mengatakan kumpul jam 11.00, ternyata saya baru bisa datang pukul 16.00.Pemilik rumah, Gelgel, bak gadis menanti lamaran pujaan hati yang harap-harap cemas menunggu kedatangan teman-teman. Lalu saya yang didaulat sebagai seksi acara masih termenung di kampus memandangi lajur atau jurnal, entah mau disebut apa, saya makin tahu mengapa akuntans

Bung Karno di Tengah Hujan

Sebuah siang di 15 april Hujan membelai kota ini.. Di waktu empuk dan luang, saya bisa rebahan sambil mikir Setelah penat dari urusan akademik dua minggu belakangan Entah mengapa, seketika kuingat akan bapak bangsa, Bung Karno Saya tak teramat fanatik padanya Menikah dengan beberapa wanita dalam jangka waktu yang berdekatan, dan masih punya beberapa simpanan di banyak kota, bagi saya menyusutkan karisma beliau Tapi saya akui, Bung Karno tak tertandingi dalam berorasi dan negosiasi Bangga rasanya untuk sekedar tahu bahwa bangsa ini punya pemuda macamnya Tak pernah ia biarkan kita bagai bangsa rendahan, pidatonya selalu sukses mengangkat dagu rakyat Berandai-andai, Bila saya bisa bertemu bung karno, ingin rasanya saya tanyakan tentang statementnya puluhan tahun lalu, "Beri aku sepuluh pemuda, maka aku akan goncangkan dunia" Saya terlalu sederhana, tak ingin sampai guncangkan dunia. Cukupkah punya lima pemuda untuk porsi saya? Lantas berapa dunia yang dapat digoncangkan dengan p

Biarkan kaki-kaki kecilku berlari..

Aku suka berbicang, mencoba berpikir dari sepatu orang lain Aku ingin menguasai dunia, seingin banyak bidang ingin dapat kupelajari Aku sibuk mencari, aku sibuk mengejar, seakan kuingin punya hari yang lebih dari 24 jam, setahun yang tak hanya 365 hari Lalu kusadar, tentang sebuah pertanyaan besar, kemana hidupku akan berarah Dimana kuingin berpijak? Aku mau banyak, padahal yang sebenarnya aku perlu hanyalah sebuah yang sederhana Yang akan kukuliti layaknya lapisan bawang merah Sehingga ku akan tahu, bagaimana pedihnya aku mengupas Tanganku bau menyengat dalam prosesnya Lalu suatu hari berhasil kutemukan, bahwa bawang yang kejam itu juga punya manfaat Aku ingin segera menemukan pijakan itu, kukejar terus Biarkan kaki-kaki kecilku berlari..

Masa Kecilku

Terkenang... masa-masa kecilku Senangnya... aku s'lalu dimanja Apa yang kuminta s'lalu saja ada Dari mama, dari papa, cium pipiku dulu Saatku... tiba berulang tahun Senangnya... hadiahku boneka Lucunya... kusuka sampai kini kusuka Kini aku t'lah dewasa boneka kubawa s'lalu Ingin kukembali ke masa yang lalu Bahagianya dulu waktu kecilku Kudengar cerita mama papa bilang aku lincah lucu waktu kecilku Waktu kecilku aku suka bernyanyi Saatku... tiba berulang tahun Tak lupa... hadiahku sepeda Kupakai setelah selesai kubelajar Janji mama, janji papa, setelah ku naik kelas

Titik Pembuka

Assalamu'alaikum Dari titik inilah saya memulai, menyambung beberapa titik yang telah terlewati, lalu membuat titik-titik lain yang akan saya tentukan kemana akan berujung.. Selamat datang.. Sebuah catatan kecil, dimana saya akan membagi tentang banyak kisah, pikiran, dan harapan.. Manusia adalah makhluk yang rapuh,dengan pikiran kita kuat, dengan tulisan kita abadi Dan dalam tulisan saya tak ingin bermain pencitraan, hanya akan menyampaikan tentang warna-warni hidup anak manusia Enjoy this blog :)