Langsung ke konten utama

Bersyukur Dahulu, Berjuang Kemudian

Tiga orang wanita menuju seperempat abad, menanti di depan rumah yang agak gelap. Kuhampiri dan disambung pelukan agak panjang. Martabak asin dan brownies menggenapkan gelak tawa malam itu.

Esok harinya, dua wanita-hampir seperempat abad juga- datang di siang hari, sambil bawa hidangan utama untuk isi perut. Super mantap, super lezat. Gelak tawa berlanjut sampai malam, sambil tiduran di hadapan sahabat yang sedang berjuang dengan skripsinya, datang si seseorang yang super panik seperti habis dimarahi ayah. Yang memang habis dimarahi. 

Beberapa hari setelahnya, lima potong rendang dari pulau seberang mendekatkan kami lagi. Dan mereka lagi-lagi memelukku.

Dalam kesedihan yang amat dalam, mereka tidak menyalahkan, tidak menasihati, tidak menggurui. Hanya mendengarkan dan mengatakan bahwa hidup harus tetap berjalan. Dan bahwa matahari masih sama indahnya dengan bulan lalu, atau tahun lalu.


Dan bagiku itu sudah lebih dari cukup.

Kaka bisa bikin cerah awan kok. Kan Kaka punya matahari di hati Kaka (NSP). Cinta punya cara yang kadang-kadang tak tertebak. Selalu paradoksal dan anomali. So perjuangkan apa yang ingin kamu perjuangkan (GFE). Pembelajaran ini akan menguatkanmu (AB). I always be by your side, as always (MWK). Kamu pasti lewat soal ini (BO). Aku gak jago ngasih kata penghiburan. Tapi mari kita beranjak, bersiap-siap, dan mengerjakan check list yg sudah kita buat (SH). Yang paling realistis dari harapan adalah mendoakan (KAA). Bersabar untuk yang baik (ABF). Perjuangkan, Sob! [MS] Hang on! Jangan goyah (DS)
Bila hadir seseorang lagi yang dinanti, sempurnalah sudah. Aku memang harus mencoba untuk terus bersyukur dahulu, melanjutkan berjuang kemudian :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dalam Upacara Perpisahanku

Malam itu puluhan orang berkumpul, di ruang yang tak punya tembok, atap, lantai, maupun jendela Mereka tidak masuk lewat pintu, tetapi dari sesuatu bernama tautan   Sambutan demi sambutan, cerita indah hingga sedih, saut menyaut Ingin rasanya aku menanggapi tiap kisah yang mereka lontarkan Misalnya, ketika ada yang bilang aku orang yang tegar -- padahal tidak jarang aku mengeluh dan menangis diam-diam Atau.. Ketika ada yang mengatakan masih punya utang janji padaku, rasanya ingin kutagih tunai malam itu juga   Tapi apa, aku tak ada..  Di daftar nama peserta itu, namaku tak nampak Di layar itu, fotoku tak terlihat Ternyata begini rasanya bisa menyembunyikan tawa dan tangis tanpa harus menutup  microphone  atau kamera -- yang biasa aku lakukan beberapa bulan ini, setiap hari   Dalam upacara tersebut, tidak ada lagi kesal.. Tak ada lagi benci.. Tuntas sudah yang belum selesai Yang ada hanya rasa sayang, rasa syukur aku pernah bertemu mereka dan mencipta banyak...

Jalan Kesana

Kata mama saya, sejak dulu anaknya ini terobsesi dengan Inggris. Asumsi yang didasari oleh hobi masa kecil saya mengumpulkan post card gratisan dari majalah Bobo. Salah satu favorit saya waktu itu yang bergambar Princess Diana. Gak paham lagi, dia anggun banget dan berjiwa sosial, super ngefans! Waktu kecil belum paham tentang skandal percintaannya, jadi tiada celah baginya wkwk. Lalu suatu hari saya pasang post card tersebut di album foto, di sebelah gambar saya lagi tiup lilin ulang tahun ke-5. Kayaknya random aja waktu itu, bukan ala ala sikap yang penting untuk dikenang bertahun-tahun kemudian. Saya sendiri lupa sama sekali kejadian itu. Dan ingin ke London karena entah kenapa saya penasaran sama Inggris, belum pernah kesana, dan negara itu tampak sangat unik. Banyak musikus yang karyanya saya nikmati berasal dari Inggris, seperti The Beatles, Elton John, Sting, Coldplay. Saya selalu yakin nuansa sebuah kota berpengaruh terhadap jiwa seni warganya, semacam Jogja atau Ba...

Rapuh

Apa yang salah dengan rupa-rupa kita yang berbeda, kalau hati kita sama putihnya.. Apa yang ironis dengan aku yang suka utara, lantas kau yang di selatan mengatakanku tak imbang, padahal kau sendiri tak ingin menjamah utaraku.. Apakah perlu kusampaikan kalau aku benar-benar ingin kutub-kutub ini berdamai, karena kurasa hal itu tak penting bila ku tak melakukan apa-apa.. Kau berkata aku cacat hati dengan segala tampakku yang tak ingin terlalu sering merunduk, namun kau buta dan tuli saat kau juga tak mau mengubah pandanganmu padaku. Bahkan saat ku mencoba, kau hanya tersenyum sekelebat, lalu kembali memakiku. Apa salah jika ku terbiasa tidur di kasur empuk, sedangkan kau mengikrarkan bahwa orang macam aku ini tak tahu apapun tentang dunia. Nasib ini, jalan ini, bukan pilihanku, tapi pilihan orang tuaku dengan usaha mereka, dan kehendak Tuhan yang memberikan suratan ini.. Tahukah kamu, kita, kamu, maupun aku, punya peran yang sama, punya beban yang sama beratnya, punya sisi angkuh masing...