Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2013

Jakarta-Bogor

Maukah kamu hidup dengan caraku? Katakan, bagaimana caramu? Sesederhana tinggal di Jakarta dan pergi bekerja di Bogor. Becanda. Apa enaknya? Aku tahu Jakarta memang terlalu padat sekarang, tetapi ada satu hal yang tak dapat kamu abaikan. Bahwa perjalanan pulang dan pergi ke tempat bekerja setiap hari adalah hal yang paling membuat letih dan memakan banyak waktu. Lantas, apa bedanya dengan apa yang kamu tawarkan? Lihat kereta listrik itu, yang selalu penuh di pagi hari dari arah Bogor ke Jakarta. Di sore hari akan berbalik,   arah Jakarta ke Bogor jadi terlalu ramai sampai sesak. Coba bayangkan, bila kita berangkat ke Bogor di pagi hari dan pulang ke Jakarta di sore hari. Kereta yang melawan arus dari lalu lalang pekerja di sini hanya ditumpangi oleh sedikit orang, kadang hampir kosong. Bukankah ini menyenangkan? Aku pun yakin bahwa dengan melawan arus ini kita tak akan dekat dengan kelaparan. Setiap hari kita tetap dapat membeli roti sebanyak yang kamu m...

Cara Berdoa

Ya Tuhan, ampunilah dosaku dan dosa orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil. Mungkin itulah doa pertama yang saya hapalkan (dan berusaha pahami) di waktu kecil. Doa yang bagi saya teramat indah, doa yang rendah hati, doa yang tidak egois. Seiring berjalannya waktu saya menyadari bahwa doa itu tidak melulu harus berbahasa Arab, tidak melulu harus seperti yang ada di buku doa. Seperti halnya kue ulang tahun, doa bisa dikustomisasi. Boleh dibuat sesuai selera dan kebutuhan. Beranjak remaja begitu banyak mimpi yang ingin saya gapai, dan untuknya saya selalu berdoa. Doa jadi bintang kelas, bisa masuk sekolah favorit, memenangkan lomba dengan hadiah menarik, diizinkan oleh ayah liburan ke luar kota, dan doa tendensius lainnya. Di usia dua puluh tahun doa saya menjadi makin dewasa (sepertinya), semacam ya Tuhan, bila memang jodoh maka dekatkanlah, bila memang bukan berilah petunjuk (atau jauhkanlah) . Tuhan me...

Dua Ribu Dua Belas

Suara terompet dan kembang api menyeruak di luar rumah tepat pada saat saya menuliskan ini. Sesuatu berangka belakang 13 segera datang dengan segala resolusi yang harus ditelannya mentah-mentah pagi ini. Resolusi orang sedunia. Bukannya saya tidak peduli pada masa depan dan resolusi-reaolusi untuk tahun baru, namun kali ini menuliskan tentang masa yang telah dilalui terasa lebih menarik. Setidaknya sebelum mengucapkan selamat tinggal pada 2012. Butuh waktu beberapa saat untuk kembali mengingat kejadian yang mengisi 2012 lalu. Hal-hal yang bombastis tentu saja dengan mudah diingat karena sudah terlanjur menempel di otak. Pada 2012, setidaknya saya memiliki tiga buku catatan pribadi yang bila dibaca akan bikin senyum-senyum sendiri, satu di antaranya adalah buku catatan pekembangan skripsi. Dan di sanalah saya menemukan serangkaian kejadian biasa-biasa saja yang justru lebih menggigit saat diingat kembali. Awal 2012 beberapa kawan saya berangkat magang dan kami mulai menyadari betap...