Catatan Lagi Kau tangkap aku Kucatat Lagi Kau punter tanganku Kucatat Lagi Kamu rotan tempurung kepalaku Kucatat Lakukan Sampai aku beludah darah Biar terkumpul bukti Lakukan Di depan orang yang ramai Tunjukkan kepada mereka Pistol dan pentungan kalian Biar mereka lihat sendiri Lagi Kau aniaya aku Kucatat Tubuhku adalah bukti Ketika kau pukul berkali-kali Orang ramai melihat sendiri Kucatat Aku terus mencatat (Wiji Thukul, 6 Mei 1955) Puisi ini merupakan salah satu dari puluhan lainnya yang kubaca dari bonus majalah Tempo beberapa pekan lalu. Mendadak seorang Wiji Thukul jadi inspirasiku. Ia adalah aktivis ceking yang tak ada garang-garangnya sama sekali, tetapi sangat menakutkan bagi pemerintah orde baru. Hanya karena kata-katanya yang lebih tajam dari pisau asahan dan lebih ganas dari gigitan harimau. Ia selalu dihadiahi dengan ancaman akan penangkapan, tetapi ...
tak sempurna, namun layak dibaca